Selasa, 24 September 2013

20 tweet Saya yang Ditujukan Kepada @HRudyAriffin

Langsung saja, berikut saya copy paste dari @inawrays.

(1) Sekitar satu jam yang lalu, gubernur Kalsel menjawab pertanyaan. Dan inilah. Saya capture: pic.twitter.com/pEIbwry45u

(2) pic.twitter.com/pEIbwry45u ini menunjukan, gubernur Kalsel sama sekali tdk menginginkan ada lajur sepeda di kalsel. Lebih suka CFD.

(3) Padahal, jika kita lihat CFD di Banjarmasin, saya pribadi masih bingung. Benar itu CFD? Kanan, org berlari. Kiri, org berkendara motor.

(4) Bagi saya, Banjarmasin tak ada CFD. Yang ada adalah, tempat org yg berkumpul diminggu pagi yang car-nya tidak free diday itu.

(5) Banjarmasin saja, CFD itu tidak seperti CFD pada umumnya. CFD seperti di DKI Jakarta. Atau CFD di kota2 lainnya. Beda jauh. Tdk sama.

(6) kembali ke permasalahan capture ini pic.twitter.com/pEIbwry45u. Saya dapat mengartikan,berarti beliau tdk tau/tdk baca isi UU 22 tahun 2009.

(7) Mau tau apa isi UU 22 tahun 2009 itu? Silakan unduh: http://datahukum.pnri.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&download=1105:uu22tahun2009&id=21:tahun-2009&Itemid=27&start=20

(8) Kalau tdk mau ribet nyari tentang pesepeda di UU no 22 tahun 2009 itu, silakan diklik link ini: http://b2w-indonesia.or.id/info/baca/pasal_pasal_terkait_sepeda_pada_uu_nomor_22_tahun_2009 | Sama saja.

(9) Walau di UU no 22 tahun 2009, tdk terlalu memaksa, tp setidaknya ada payung hukumnya. Dan yg jelas, legal. Masih legal sampai sekarang.

(10) Disaat, ada seorang pemimpin yg baru menjabat, dgn pede-nya bersepeda ke kantor (sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/5238c88abbf87b8a1d00001c), disini malah...

(11)..malah sepertinya tidak punya niatan untuk bersepeda. Faktor usia? Mungkin. Faktor kultur? Bisa jadi. Faktor gengsi? Jawab sendiri.

(12) Biar bagaimanapun jg, sosok pemimpin adlh panutan bagi sebagian besar org2 yg dipimpinnya. Pertanyaan: lebih penting CFD/lajur sepeda?

(13) CFD bagus. Tapi CFD hanya di hari minggu. Itupun, paling2 cuma 3 jam. Areanya tdk luas. Di Banjarmasin, gitu. Efektif? Tidak. Kasian.

(14) Sekali lagi, sy tdk seperti anak2 gaul Banjarmasin. Bagi sy, Banjarmasin tak punya area CFD itu. Bagi yg merasa punya, perhatikan deh.

(15) kembali ke capture ini: pic.twitter.com/pEIbwry45u. Saya dapat mengartikan, berarti gubernur Kalsel hanya inginkan sehat pd hari minggu..

(16) Saya dan (pastinya) semua masyarakat Banjarmasin,inginkan Banjarmasin tanpa polusi udara & macet disetiap hari,bukan hanya hari minggu.

(17) permasalahan kultwit ini sederhana. Utk apa ada peraturan tentang "lajur sepeda", tetapi gubenur saja tdk mau ada lajur sepeda?

(18) "Ah itukan cuma jawaban di twitter". Benar. Tapi semua org dapat membacanya. Apalagi ada capturenya seperti ini: pic.twitter.com/pEIbwry45u

(19) karna ini pic.twitter.com/pEIbwry45u semakin membuat sy yakin, tdk memilih beliau pd pilkada berikutnya *ya iyalah kan sudah 2 periode*

(20) Terakhir, mari bersepeda! Walau pd capture ini: pic.twitter.com/pEIbwry45u gubernur Kalsel tdk inginkan lajur sepeda, ttp bersepeda! :) 

Dibawah ini adalah capture dari pernyataan @HRudyAriffin tentang jalur sepeda: 

 

Selasa, 17 September 2013

Dilarang Mengeluh Macet, Krisis Stok BBM dan Polusi Udara, Jika Ke Kampus Saja Masih Mengendarai Kendaraan Bermotor!

"Siapa Anda? Ngelarang orang lain mengeluh? Mengeluh itu hak semua orang. Anda telah melanggar kebebasan hak orang lain untuk mengeluh"
Mungkin, ada orang yang begitu membaca judul tulisan ini, langsung berkata seperti kalimat di atas.

:)

Wajar.

Karena Anda yang berkata seperti kalimat di atas itu berbeda dengan pola pikir saya.

Akan saya jelaskan, pola pikir saya.

Mari perhatikan foto di bawah ini:

Saya sangat yakin, jika Anda bukan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan Politeknik Negeri Banjarmasin, bukan dosen Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan Politeknik Negeri Banjarmasin, bukan staf-staf kampus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan Politeknik Negeri Banjarmasin, bukan pedagang makanan yang berjualan di sekitaran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dan Politeknik Negeri Banjarmasin serta bukan orang yang tinggal di Banjarmasin, maka pasti menyangka foto di atas itu adalah sebuah jalan umum. Coba deh, tanyakan sama teman yang tak pernah ke Banjarmasin. Saya pribadi yang memotret, setelah melihat hasil fotonya, langsung pangling. Apakah benar ini jalanan di kawasan kampus?

Jadi ceritanya, pagi ini sebenarnya niatnya ingin membagikan brosur Bike to Campus Banjarmasin kepada mahasiswa-mahasiswa yang bersepeda ke kampus.

Kenapa cuma mahasiswa-mahasiswa yang bersepeda ke kampus?

Karena, menurut saya menyatukan mahasiswa-mahasiswa yang bersepeda ke kampus lebih penting daripada mesti membagikan brosur kepada mahasiswa-mahasiswa yang masih mengendarai kendaraan bermotor ke kampus.

Dan memang, mahasiswa yang bersepeda ke kampus sangat, sangat, sangat, sangat, sangat, sangat minoritas di sini. Saya tak bisa menjelaskan seberapa banyak perbandingannya, tapi yang pasti sangat, sangat, sangat, sangat, sangat, sangat minoritas. Sudah kok saya membahas tentang ini. Lewat tulisan, klik ini. Lewat tayangan video, klik ini.

Lalu kenapa dibahas lagi?

Pembahasan ini tidak akan saya hentikan, mungkin jika saya lulus kuliah baru akan berhenti membahas ini. Mungkin.

Saya cinta dengan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, dan inilah bentuk cinta saya. Jika mahasiswa lain membuktikan kecintaannya terhadap Unlam Banjarmasin dengan cara tampil sebagai pemenang dalam sebuah kontes nasional, menciptakan suatu benda yang bermanfaat bagi orang lain dan lain sebagainya. Saya membuktikan kecintaan saya dengan cara yang berbeda. Bagi saya, apa yang saya lakukan ini hanya semata-mata menginginkan agar kampus Unlam Banjarmasin layak disebut kampus.

Emangnya sekarang tidak layak disebut kampus?

Maaf, saya jujur akan menjawab, tidak layak.

Kenapa?

Karena mahasiswa yang naik angkutan umum, berjalan kaki dan bersepeda sangat, sangat, sangat, sangat, sangat, sangat minoritas.

Hanya karena itu, lalu disebut tidak layak?

Saya hanya akan fokus tentang permasalahan ini. Mungkin, memang, permasalahan lain juga ada dan lebih penting daripada permasalahan yang saya sampaikan ini. Tapi itu bagi orang lain. Tapi itu menurut orang lain. Berbeda dengan saya. Permasalahan ini penting karena akan merembet ke permasalahan lain. Contoh: orang-orang yang mengendarai kendaraan bermotor ke kampus, hampir bisa dipastikan dalam kesehariannya (selain ke kampus) juga mengendarai kendaraan bermotor. Berbeda dengan orang-orang yang naik angkot, berjalan kaki ataupun bersepeda ke kampus. Orang-orang yang seperti itu, kemungkinan mereka mengendaaan kendaraan bermotor dalam kesehariannya (selain ke kampus) sangat kecil. Kenapa begitu? Karena ke kampus saja, mereka tidak mengendarai kendaraan bermotor.

Lalu apa masalahnya?

Orang-orang yang mengendarai kendaraan bermotor ke kampus, berarti menyumbang kemacetan di Banjarmasin. Orang-orang yang mengendarai kendaraan bermotor ke kampus,berarti menimbulkan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) akan semakin menipis. Orang-orang yang mengendarai kendaraan bermotor ke kampus, berarti juga menghasilkan polusi udara yang berasal dari asap knalpot kendaraan bermotor mereka. Itu masalahnya.

Saya sangat memahami. Saya juga pernah mengendarai kendaraan bermotor ke kampus. Tapi itu diawal-awal saya menjadi mahasiswa. Tapi itu dimasa-masa saya belum berpikir dampak yang saya lakukan. Sekarang, saya tak pernah lagi mengendarai kendaraan bermotor ke Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin sejak 16 april 2012.

Memang sulit mengubah kebiasaan. Memang sulit. Awalnya, saya juga merasa capek bersepeda ke kampus. Tapi sekarang, malah merasa lebih sehat daripada sebelum bersepeda ke kampus.

Jarak rumah/kos ke kampus jauh.. 

Selama masih dalam wilayah kota Banjarmasin, saya rasa jaraknya tidak begitu jauh.

Capek..

Ya itu karena baru pertama kali.

Udara panas..

Maklum hidup di negara tropis.

Polusi udara..

Makanya, pakai masker.

Macet..

LALU DENGAN MENGENDARAI KENDARAAN BERMOTOR MACETNYA AKAN BERKURANG? GITU?!

Jika tidak ada niat, sejuta alasan akan diucapkan. Jika ada niat, sejuta jalan akan terbuka.

Terakhir, jangan mengeluh apabila Anda terjebak di jalan raya yang terjadi kemacetan yang sangat parah, BBM yang sering langka dan polusi udara yang semakin membahayakan, jika ke kampus saja Anda mengendarai kendaraan bermotor. Malu sama mereka-mereka yang tidak kaya, pakaiannya sederhana, menggunakan sepeda murah tapi mereka tidak membuat kemacetan di jalan raya, tidak menyebabkan stok BBM berkurang dan tidak menimbulkan polusi udara.

Berpikirlah..

Pantaskah Membakar Sampah Di Kampus?

Pagi ini, tanggal 17 september 2013 saya kembali merenung memikirkan kampus yang dibangga-banggakan ini. Kampus yang saya maksud adalah Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Langsung aja ya. Malas basa-basi tentang tulisan ini.


Mahasswa Universitas Lambung Mangkurat kemungkinan besar tahu dimanakah tempat foto yang di atas itu. Terutama mahasiswa yang kuliah di FISIP dan FKIP.


Lebih jelas kan, di mana tempatnya?


Bolehkan saya sebut "inilah pelakunya.."?

Ini keprihatinan saya selain tentang kawasan Unlam Banjarmasin yang (sudah) seperti jalan umum.
Bagi saya, ini aneh. Sampah dibakar di kampus. Ini kampus loh, bukan kampung.

Tulisan ini memang singkat, saya hanya ingin bertanya: pantaskah membakar sampah di kampus?

Jumat, 13 September 2013

Saya Berjalan Kaki Dari Pasar Lama Menuju Unlam Banjarmasin Secara Pulang Pergi

Judulnya kepanjangan?

Sengaja.

Dari judul itu saja, sudah sangat jelas tulisan ini akan membahas tentang itu.

Hari ini, tanggal 13 september 2013, saya mencoba untuk berbeda dengan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin pada umumnya. Umumnya, mahasiswa Unlam Banjarmasin menuju ke kampus dengan cara menggendarai kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Iya, iya, ada juga kok yang berjalan kaki dan bersepeda.Tapi itu sangat, sangat, sangat minoritas. Saya sudah pernah membahas tentang kawasan Unlam Banjarmasin melalui tulisan maupun video. Yang tulisan, silakan klik ini, yang video, silakan klik ini.

Pagi ini, saya berjalan kaki dari rumah saya menuju ke Unlam Banjarmasin. Rumah saya di Pasar Lama sedangkan Unlam Banjarmasin di jalan Hasan Basri.

Ini rute saya berjalan kaki:


View Larger Map
Kenapa berjalan kaki?

Saya bosan menggendarai kendaraan bermotor. Saya bosan terjebak macet. Dan saya ingin mencoba berbeda dengan mahasiswa lain. Saya sejak april 2011 sudah tak pernah lagi menggendarai kendaraan bermotor ke kampus hingga sekarang. Saya bersepeda. Dan pagi ini saya berjalan kaki. Niatnya, setiap jumat saya akan berjalan kaki dari rumah ke kampus secara pulang pergi.

Apa maksud dan tujuan berjalan kaki?

Saya ingin memberikan pesan terselubung dengan saya berjalan kaki ini. Saya berjalan kaki kurang lebih jaraknya 3 km. Saya berjalan kaki selama 30 menit. Lalu, kalian (mahasiswa Unlam Banjarmasin) yang rumah atau kosnya dekat dengan kampus, kenapa masih menggendarai kendaraan bermotor? Gengsi? Capek? Panas? Berkeringat? Kalian mahasiswa, mestinya sadar. Sadar, bahwa kawasan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin sekarang ini penuh dengan kendaraan bermotor yang lalu-lalang. Kawasan Unlam Banjarmasin telah seperti jalan umum. Padahal, Unlam itu komplek orang-orang yang menuntut ilmu yang disebut mahasiswa kenapa seperti perkampungan warga yang setiap menitnya ada saja kendaraan bermotor yang lalu-lalang?

Selain terhadap mahasiswa Unlam Banjarmasin, pesan terselubung ini juga saya tujukan kepada masyarakat Banjarmasin yang setiap harinya mengeluh macet di Banjarmasin. Jika hanya mengeluh tanpa berusaha mencarikan solusinya, tidak akan berubah keadaan macet itu. Fly over, jalan diperbanyak, jembatan ditambah, apakah itu solusi terbaik? Saya jawab dengan tegas, tidak! Pembuatan "jembatan di atas jalan" dan lain-lain itu sama saja membuat bom waktu. Dan selama penggunaan kendaraan bermotor pribadi tidak ditekan, saya berani menjamin, pasti akan tetap macet. Jumlah kendaraan bermotor pribadi terus bertambah secara signifikan, tetapi angkutan umum semakin ditinggalkan. Sudah jarang orang yang mau susah payah menuju suatu tempat, lebih banyak duduk manis di dalam mobil pribadi. Sudah jarang orang yang mau duduk bersama orang lain di angkutan umum, lebih banyak menggendarai motor. Sudah jarang orang yang mau bersepeda apalagi berjalan kaki dengan alasan "panas, jauh, polusi udara dan semacamnya".

Mari berpikir.

Buat apa mengeluh jika tidak pernah berpikir untuk mencari dan menemukan solusinya? Jangan hanya mengharapkan kebijakan pemerintah, tapi kita sebagai masyarakat mestinya bisa mencari dan menemukan solusinya itu.

Terakhir, berikut keadaan trotoar yang saya jalani pagi tadi. Iya, juga ada kok yang baik dan terawat. TAPI, MANA PEJALAN KAKINYA?
Jalan S Parman Banjarmasin



Jalan Hasan Basri Banjarmasin