Jumat, 20 Februari 2015

Dalam Waktu 10 Jam..

Keinginan liburan memang sudah lama diimpikan. Setidaknya, setelah seminar proposal di tanggal 24 Januari lalu, kepengen banget travelling. Tapi karena selalu ada saja yang membuat gagal, jadinya baru kemarin terlaksana.

Awalnya, dari perayaan teman saya yang baru pulang dari Jakarta. Dia keterima bekerja di Bank Indonesia dan harus mengikuti pelatihan selama 5 minggu di Jakarta. Makanya, minggu kemarin, kami berkumpul, ngongkong bareng, dan merencanakan liburan.

Kebetulan, beberapa minggu lalu, saya menemukan sebuah postingan di facebook tentang suatu tempat yang cukup membuat saya ingin ke sana. Singkat kata, saya memutuskan untuk ke sana, kemarin.

Tapi, sayangnya, tidak semua teman-teman SMP saya yang hari minggu-nya nongkrong bareng, bisa ikut. Cuma satu orang. Mungkin ini semacam giliran. September tahun lalu, berempat travelling ke berbagai tempat yang tak terduga sebelumnya. Seperti, ketemu jalan yang di aspalnya bertulisan "lajui" tapi ternyata di depannya jalan buntu dan ke Tahura Sultan Adam yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana awal. Kemudian selanjutnya, Oktober bersama salah satu teman SMP ke Bukit Batas. Januari lalu, bersama salah satu teman SMP lainnya, ke Bukit Lintang. Dan kemarin, bersama salah satu teman SMP selain kedua tadi, ke bukit sebelah Dermaga Riam Kanan (saya tidak tahu namanya, tapi ada yang nyebut dengan nama Bukit Aranio). Dan semoga selanjutnya, bisa berempat!

Btw, ini traktiran oleh teman saya yang baru pulang dari Jakarta itu. :D
Oke, kembali ke cerita hari kemarin.

Kamis pagi, diawali dengan hujan. Hal yang memang saya tidak inginkan. Rencananya, pukul 6.00 Wita berangkat. Tapi karena hujan, dan hujannya cukup awet yang jika ditunggu hingga reda, mungkin ga bakal berangkat. Pukul 8.00 Wita, saya dengan teman SMP dan dua temannya tempan SMP saya berangkat. Dan waktu itu masih gerimis. Sesekali di perjalanan, kami merasakan hujan yang cukup lebat. Maklum, kami penggendara kendaraan bermotor roda dua.

Saya tidak tahu, apakah pantas atau tidak saya sebut ini kesialan pertama. Kejadian yang tidak saya inginkan, terjadi. Di pal 16, ban belakang kendaraan saya, "tertusuk dengan tidak sengaja" paku di jalan. Karena waktu itu, cuacanya masih hujan sulit menemukan tukang tambal ban (padahal sepanjang jalan ada tulisannya "tambal ban"). Di pal 17, baru ketemu. Tapi, ketemunya di seberang jalan. Yaa, saya harus melewati bundaran pal 17 terlebih dahulu kemudian kembali ke arah tukang tambal ban.

Setelah selesai, kami berangkat kembali. Oh ya, supaya saya tidak diceritakan terus menerus, yang pasti, sepanjang perjalanan kami, hujan terus turun. Sampai ke Dermaga Riam Kanan pun masih hujan. Beberapa kali, kami harus berteduh. Dalam perjalanan menuju Dermaga Riam Kanan, kami sempat tersesat. Mungkin, ini faktor hujan yang cukup lebat makanya kurang fokus dengan jalannya.

Singkat cerita, sampai ke Dermaga Riam Kanan, sekitar pukul 11.00 Wita. 3 jam diperjalanan, yang seharusnya cuma memakan waktu sejam hingga sejam tigapuluh menit jika dalam keadaan tidak hujan. Sesampainya, kami langsung cari tempat makan untuk makan dan minum yang hangat-hangat. Setidaknya, dapat mengurangi rasa dingin di sepanjang jalan.

Sekitar pukul 12.00 Wita kami bergerak ke bukit yang hendak didaki. Keadaan saat itu, masih gerimis. Dan, kali ini, nyasar kembali. Lumayan juga kesasarnya, tapi syukurnya ketemu jalan yang benar menuju puncak bukitnya. Sebelum mendaki, menemui acil. Acil ini adalah acil yang memiliki kebun durian di bawah bukitnya. Sempat ngobrol yang intinya tentang apakah sebelumnya ada yang mendaki ke atas. Dijawab sidin, ada. Sidin juga masih ingat orang-orang yang naik ke puncak bukit yang sebelumnya saya tunjukan foto mereka dari ponsel saya.

Tepat azan zhuhur, kami mendaki. Seperti dengan pendakian sebelumnya, jaket yang saya pakai kemarin juga saya lilitkan di pinggang saya. Pertiga pendakian, saya baru sadar, kalau jaket saya sudah tidak ada lagi di pinggang saya. Sama sekali, saya tidak merasakan kapan jaket saya terjatuh. Rute pendakian yang cukup melelahkan, membuat saya enggan putar balik. Maka saya putuskan setelah turun dari puncak, baru saya cari jaketnya. Saya yakin, bisa menemukan karena waktu itu cuma kami berempat yang mendaki. Tidak ada orang lain. Dan saya juga yakin, meskipun kami seperti membuka rute pendakian karena tidak terlihat jelas jalur pendakian sebelumnya, tapi teman SMP saya telah memberikan tanda yang menandakan jalur pendakian kami.

Pemandangan dari atas bukit yang didaki.
Singkat kata, saya kehilangan jaket yang saya beli di Jakarta pas Jakcloth tahun 2013 lalu. Jaket yang sering saya pakai. Jaket kesayangan telah hilang. Saya tidak tahu, di mana terjatuh. Dugaan saya, jaket saya jatuh waktu saya mendaki kemudian jaketnya jatuh ke jurang. Setelah turun, saya kembali berusaha naik ke atas lagi untuk mencari jaket saya itu. Dua kali saya berusaha naik. Yang pertama, saya tergelincir di tanjakan pertama. Yang kedua, saya juga tergelincir di tempat yang sama dengan yang pertama. Dan ini hampir saja saya tergelincir ke jurang. Kejadian hampir jatuh ke jurang ini, membuat saya, "ya sudah, saya ikhlaskan jaket itu".

Sekitar pukul 16.30 Wita, kami pulang. Sebelumnya, beristirahat sebentar di "gubuk"-nya acil yang punya kebun durian. Kami beli durian sidin dan kami suguhi kopi dan diberikan rambutan.

Diperjalanan, satu lagi kejadian yang sebenarnya tidak termasuk masalah besar tapi saya ceritakan di sini biar kesannya lengkap. Rantai kendaraan saya kendor. Syukurnya, setelah merasakan kurang enak dalam mengendarai, langsung ketemu sebuah bengkel kecil.

Pukul 18.00 Wita, kami sampai ke tempat asal, di rumah teman SMP saya. Dalam waktu 10 jam, dengan berbagai kejadian yang tak terduga. Dari ban mocor, nyasar, hingga jaket hilang. Sampai ke puncak dengan jalur pendakian yang menurut saya, lebih sulit daripada jalur pendakian yang telah saya lalui sebelumnya, juga sebuah kejadian yang tak terduga. Jalur pendakiannya lumayan susah. Kami harus mencari jalur pendakian sebelumnya dan sesakali kami harus membuka jalur tersendiri. Badan saya lebih besar daripada ketiga teman saya juga membuat saya mengalami kesulitan dalam mendaki. Saya selalu yang paling belakang. Sepanjang pendakian yang saya pikirkan, "harus sampai puncak! harus sampai puncak!" yang padahal teman-teman saya yang lain beberapa kali menanyakan saya "sampai sini aja atau lanjut?".

Dalam waktu 10 jam yang semoga menjadikan saya, orang yang lebih baik lagi.