Kamis, 25 Oktober 2018

CV Seperempat Abad

Sekilas cerita yang masih ingat untuk diceritakan di seperempat abad ini:

1. Di waktu bayi, sudah banyak hal yang aku lupa. Yang bisa diingat dari aku ataupun dari perkataan orang tua, waktu aku bayi aku cukup cengeng. Hmmm, bukan cukup, tapi memang cengeng. Apa-apa nangis, merenggek. Dan ini masih lanjut sampai masuk sekolah dasar. Karena memang aku lupa soal bagaimana aku di waktu bayi, jadi langsung diskip aja.

2. Waktu di TK sampai SD, aku cukup bergaul dengan anak-anak sekitaran rumah dan di sekolah. Main permainan yang lagi tren di waktu itu, aku mainkan juga. Dan ya, memang aku ga jago-jago amat bermain, kalau kalah, bisa nangis ke rumah. Iya, ini masih soal cengeng. 2 hal pertama, masih tentang cengeng.

3. Pas kelas 5 SD, aku pindah sekolah. Sebenarnya tentang ini aku ga mau bercerita karena detailnya aku sudah melupakan, alasan kenapa pindah sekolah. Yang aku ingat, aku sering dibully. Aku memang cukup lemah di waktu itu. Poin 1 dan 2 di atas sudah membuktikan. Tentang cengeng. Di poin 3 ini, mungkin titik di mana aku sudah jenuh dengan pembullyan ke aku. Sebelum minta pindah sama orang tua, aku sudah malas-malasan sekolah. Ada aja alasan yang membuat aku ga masuk sekolah. Beneran, aku sudah melupakan detail tentang ini. Semakin aku mengingat, semakin aku lupa. Yang aku ingat sekarang, waktu itu memang aku merasa marah ke aku sendiri, kenapa ga bisa melawan pembullyan itu. Bisanya nangis dan menghindari dengan tidak ke sekolah. Sampai aku minta pindah, karena aku sudah ga nyaman.

4. Kepindahan sekolah ini membuat aku memulai cerita dari awal lagi. Teman baru, suasana baru, berbeda dengan yang sebelumnya. Sekolah sebelumnya terbilang cukup terkenal dan besar, ke sekolah yang biasa aja. Walaupun sebenarnya, itu cuma image yang dibuat untuk sekolah favorite dan non favorite pada waktu itu. Di sekolah baru ini, menyesuaikan lagi. Karena aku pindah di kelas 5. Cuma 2 tahun aja aku di sekolah itu. Murid lama cukup bantu aku untuk berteman dengan mereka. Karena ini lah, sebagian momen-momen di sekolah yang sebelumnya, aku mulai terlupakan. Karena merasa nyaman di sekolah atau memang merasa perlu dilupakan, beda tipis.

5. Pas lulus SD, bingung masuk SMP mana. SMP pilihan tidak masuk. Nilai aku ga mencukupi untuk lolos ke SMP tujuan. Last minutes, di pendaftaran terakhir, lupa dari info mana, pokoknya jadi pilih ke SMP yang cukup pelosok. Bahkan sebenarnya waktu itu, aku ga tau di mana posisi sekolahnya, hanya tau daerahnya tapi ga pernah ke sana. Oh ya soal nilai, aku merasa memang ga pintar-pintar banget. Eh atau mungkin, kepintaran aku itu ga konsisten. Maksudnya, aku bisa menjawab soal di suatu waktu tapi di waktu yang lain bisa ga tau jawabannya. Moody? Mungkin ya. Di SD yang pertama, ku beberapa kali masuk rangking 10 besar. Bukan sesuatu spesial sih, tapi cukup membanggakan karena agak susah masuk 10 besar di situ. Pas pindah, aku ga masuk 10 besar lagi. Lulus pun, dengan nilai yang tidak membuat aku bisa masuk ke SMP dalam kota. Di SMP, pernah masuk rangking 3 di semester 1 di kelas 1. Tapi selanjutnya, ga pernah lagi. Haha.

6. SD kelas 4 (kalau ga salah), jalan-jalan dengan orang tua beserta rombongan yang lain, ke pulau Jawa. Ini pertama kalinya aku keluar pulau. Waktu itu masih menggunakan kapal laut. Pengalaman pertama melihat laut luas, pengalaman pertama melihat kereta api, pengalaman pertama duduk di dalam gerbong kereta api, pengalaman pertama melihat monas, pengalaman pertama ke Dufan dan Taman Mini Indonesia Indah. Orang tua aku bukan orang kaya, jadinya perjalanan itu cukup terkesan.

7. Kemudian, pas libur semester kelas 2 SMP, kembali ke pulau jawa. Tapi ini tujuannya ziarah wali songo. Dan hanya dengan mama dan rombongan yang lain. Abah ga ikut. Pengalaman pertama kali juga, keliling pulau jawa karena ziarah wali songo. Cukup melelahkan tapi jadi kenal makam-makam wali songo. Tapi ada satu makam wali songo yang aku tidak ikut, karena daerahnya cukup terjal, dan aku kelelahan waktu itu.

8. Oh ya, dari masuk SMP, tubuh aku mulai gemuk. Padahal di SD, aku termasuk kecil dan kurus. Pertumbuhan di SMP, aku cukup lumayan. Jadi gemuk dan chubby. Mulai kelas 3 SMP, baru mulai meninggi dan akibatnya mengurangi kegendutan. Di kelas 3 itu aku mulai merasa harus kurus. Aku sebenarnya lemah di bidang olahraga. Kalau lari, pasti aku yang paling belakang. Salah satu penyebabnya karena tubuh aku yang gemuk. Waktu itu, yang aku ingat, berat badan aku, tembus 50-an Kg. Bisa tergolong gemuk di usia 13-14. Di kelas 3, karena aku merasa aku harus kurus, jadi walaupun aku selalu yang terakhir di lari, tapi selalu berusaha untuk sampai finish. Dan, yang cukup menjadi andalan aku, pada saat olahraga di sesi naik turun tangga. Aku pikir waktu itu, semoga dengan naik turun tangga ini membuat aku bisa tinggi. Dengan aku tinggi, pasti perut buncit bisa berkurang. Dan iya, pas SMA, perut buncit berkurang, berubah menjadi memanjang ke atas. Gara-gara naik turun tangga di kelas 3 SMP? Aku mikirnya itu sih..

9. Cerita di SMP, cukup beragam. Pernah jadi murid yang rajin, pernah jadi murid nakal, tapi yang pasti menjadi murid pendiam. Aku dasarnya memang pendiam. Tidak banyak hal yang bisa aku omongin, agak susah bergaul dengan orang lain. Ga banyak teman yang benar-benar akrab. Dan sebenarnya dari zaman SD pun begitu.

10. Lulus di SMP, kembali galau. Nilai kelulusan aku kurang memuaskan. Tidak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan, tidak bisa masuk ke sekolah negeri. Di waktu itu, kalau masuk SMA swasta, terkesan buangan karena tidak keterima di SMA negeri. Dan, aku masuk SMA swasta. Dan aku masuk ke SMA swasta yang memang image nya, buangan dari SMA negeri. Pas masuk SMA ini, diketahui, beberapa murid memang berasal dari SMP favorite tapi tidak bisa masuk ke SMA favorite. Jadi terkesan benar kalimat di atas tadi.

11. Ya namanya, pendidikan semakin meninggi, jadi apa-apa harus ditingkatkan lagi. Di SMA, cerita semakin beragam. Yang ga pernah ikut pramuka, jadi ikut karena diwajibkan. Di SD sebenarnya ikut juga, tapi malas-malasan. Jadi ga rutin datang. Pas di SMA, wajib ikut tiap minggu nya dan harus ikut kemah pramuka di tambang ulang. Dan ini pertama kalinya, aku jauh dari orang tua. Beneran. Sebelumnya ya pernah jauh dari orang tua. Bahkan seharipun. Untuk yang kemah ini, kalau ga salah, 3 hari 2 malam. Untuk pertama kalinya juga aku melihat secara langsung orang kerasukan. Dan, aku mungkin salah satunya juga. Ingat banget, pas malam terakhir, pas api unggun, beberapa yang lain ada kerasukan, dan aku juga merasa demikian. Kata teman-teman, aku tiba-tiba berpengangan erat di bahu dengan yang depan, sampai akhirnya yang di depan menegur aku, dan melihat kalau mata aku sudah merah. Selanjutnya aku di gotong ke aula. Selebihnya, aku didoain. Aku memang merasa berpengangan erat banget ke bahu teman yang di depan, aku merasa digotong ke aula, dan aku merasa didoain pas di aula. Pengalaman horor pertama. Dan sampai sekarang, ga pernah terulang lagi. Mungkin dulu itu faktor kelelahan. Siangnya memang melelahkan.

12. Di SMA mulai mengenal internet. Awalnya mirc, ym, myspace, friendster, facebook hingga twitter. Zaman itu masih agak susah jaringannya. Hp masih hp jadul. Nokia E63 disaat yang sudah heboh dengan blackberry gemini. Kalo mau bermedsos, harus ke warnet dulu. Minimal sejam. Bisa lebih dari sejam, kalo sekalian download lagu-lagu dari stafaband, ziddu atau 4shared. Bagi ku, ku harus bersyukur menjadi orang yang bukan termasuk pecinta game online.
waktu itu. Aku memang pecinta game online. Suka main tapi suka bosan juga jika dilakukan secara terus menerus. Oh ya, mengenal blog juga dari zaman SMA. Dulu ada lagi alamat blog yang lain, tapi isinya ga jelas. Lalu dibikin lagi yang ini. Kenal Youtube juga dari zaman SMA. Tapi dulu, masih susah jaringan, selalu buffering. Aku belum mampu punya hp bagus dan warnet yang biasa didatangi ga kenceng-kenceng banget.

13. Mulai mengenal medsos, maka mulai juga bertambah teman yang tidak nyata. Dengan adanya medsos, sebagai anak yang pendiam, cukup membantu menambah wawasan dan ruang lingkup pertemanan. Walau itu hanya maya. Tapi walaupun begitu, sempat juga menjadi kenyataan. Ketemu beneran, kenalan beneran, jadian beneran. Punya pacar pertama, dari situ. Duh, agak malu membahas ini. Tapi ya, beginilah perjalanan hidup. Ada tahapan di hidup aku yang harus dilalui. Tahapan pacaran ini juga.

14. Kehidupan SMA adalah kehidupan bersenang-senang sebelum tiba ke jenjang perkuliahan. Aku cukup menikmati masa-masa itu. Masa-masa bersaing di pelajaran. Masa-masa pertemanan. Masa-masa pacaran. Masa-masa galau setelah putusan. Sekarang memang nyebutnya menikmati, tapi sebenarnya waktu itu, kacau juga. Absurd.

15. Ada satu keinginan, setelah lulus SMA, bisa masuk universitas lambung mangkurat. Pas kelas 3, lumayan digenjot supaya bisa kuliah di situ. Ikut bimbel salah satu caranya. Satu kelas bimbel dengan pacar, dikira salah satu cara supaya bisa termotivasi. Bisa lulus dan masuk kuliah bareng. Tapi ternyata tidak sampai. Putus di tengah jalan, dan tengah ke akhir, menjadi kacau. Tapi syukurnya, masih bisa masuk di universitas impian. Bukan universitas besar sebenarnya, tapi adalah salah satu kebanggaan tersendiri. Orang tua, tidak ada yang merasakan kursi perkuliahan. Riwayat pendidikan bukan di sekolah-sekolah favorit, tapi bisa duduk di kampus tertua di kota Banjarmasin.

16. Oh ya, sebelum lulus SMA, aku sempat ikut kuis. Dan aku menang kuis. Hadiah kuisnya, bisa nonton konser Avri Lavigne di Jakarta. Itu adalah 3 hari sebelum pengumuman kelulusan. Aku harus memasukkan cerita ini karena salah satu momen yang akan selalu diingat. Bisa nonton konser gratis dan sendirian tanpa orang tua. Menyenangkan.

17. Masuk ke perkuliahan. Mulai dengan pusing materi-materinya. Di SMA, aku jurusan IPA. Terbiasa dengan rumus dan angka-angka pasti. Pas masuk di perkuliahan, aku dipertemukan dengan teori-teori sosial. Aku juga sih yang memilih jurusan ini. Dengan harapan bisa bekerja di pemerintahan dan lebih bersosial. Agak bertolak belakang dari latar belakang pendidikan di SMA dan orang tua yang merupakan pedagang biasa di pasar dan memang secara umum di keluarga aku adalah pedagang bukan keluarga yang banyak bekerja di pemerintahan.

18. Tidak seperti di SMA, jadwal kuliah lebih fleksibel. Bisa pagi, siang, sore, bahkan hingga malam. Datang ke kampus pun, belum tentu juga ada kuliah. Bisa lebih santai daripada SMA yang senin sampai sabtu harus ke sekolah. Di perkuliahan, pertemanan jadi lebih luas lagi. Karena sebagian besar mahasiswanya berasal dari luar kota. Jadi ada punya teman dari luar kota yang belum pernah ke kotanya, bahkan ada yang belum pernah dengar nama kotanya.

19. Masa-masa kuliah dilalui dengan santai-santai saja. Beberapa juga ada melakukan hal yang tidak dilakukan sebelumnya. Aku yakin ini karena faktor egonya mahasiswa. Yang pertama, mulai semester 4, aku mulai bersepeda ke kampus. Rutin setiap kali ke kampus. Mau kuliah pagi, siang atau sore, tetap bersepeda. Mau panas atau hujan, tetap bersepeda. Mau diketawain orang lain, tetap bersepeda. Pergerakan bersepeda ini, aku kepikiran untuk membuat komunitas yang berisi pesepeda yang bersepeda ke kampus. Ngajak-ngajak gitu, berujung, sekali masuk koran kampus, dua kali masuk koran kota, dua kali diwawancarai di radio dan sekali masuk televisi. Satu orang pendiam yang dulunya cengeng karena sering dibully, bisa membuat komunitas. Kedua, ketika 2 semester terakhir, aku memilih setiap hari jumat aku jalan kaki dari rumah ke kampus. Bersepeda dan berjalan kaki ini sama alasannya. Sama-sama sudah merasa resah dengan kemacetan di Banjarmasin. Yang ketiga, juga karena keresahan. Resah dengan banyaknya perokok disekeliling aku, makanya mencoba membuat komunitas yang isinya bukan perokok. Untuk komunitas ini, kurang berkembang. Komunitas ini beriringan dengan proses pembuatan skripsi. Dan bukan kebetulan, skripsi aku tentang kawasan rokok di rumah sakit. Komunitas itu sebenarnya ada karena aku membuat skripsi. Tapi ternyata ga bisa berlanjut, aku nya lebih fokus ke skripsi. 3 tahun setengah dilewati di masa perkuliahan yang cukup beragam cerita. Dan aku bisa lulus angkatan pertama di angkatan 2011.

20. Lulus kuliah, langsung cari pekerjaan. Apapun ada lowongan dan aku merasa sanggup, aku coba lamar. Target bisa jadi PNS harus ditutup rapat-rapat waktu itu, karena tidak ada penerimaan. Aku ingat, aku pernah melamar di toko baju clothingan gitu karena merasa aku suka dengan baju-baju gitu. Tapi tidak ada kabar selanjutnya. Aku ingat, aku pernah melamar ke perusahaan batubara. Aku ketemu lowongan ini dari grup loker di facebook. Iya, semenjak lulus kuliah jadi gabung grup-grup seperti itu, buka forum loker di kaskus. Di perusahaan batubara ini aku sampai tahap wawancara. Tapi tidak ada lagi kabar selanjutnya. Itu pas bulan ramadhan. Sepuluh hari menjelang lebaran, teman ada yang menghabari kalau ada penerimaan karyawan di perusahaan BUMN. Karena di persyaratannya tidak melihat latar belakang pendidikan, jadinya aku ikut daftar. Ngirim berkas di kantor pos di H-7 lebaran, memang kurang tepat. Aku harus ikut antri dengan yang mengirim paketan ke kampung halaman.

21. Singkatnya, setelah lebaran, berkas-berkas yang aku kirim tadi, lolos administrasi. Lalu ikut tes. Tes pertama di gor hasanudin, waktu itu 350an orang di sana yang ikut. Aku lupa berapa ratus soalnya, yang jelas banyak. Kemudian seminggu lebih ada pengumuman. Aku lolos dan ikut tes selanjutnya. Singkat kata, aku keterima. (malas menjabarkan satu persatu tahapan tesnya). Keterima menjadi calon pegawai. 2 minggu harus ojt terlebih dahulu. Kemudian diklat selama 2 bulan. Pengalaman yang sungguh menarik, waktu itu. Aku bisa keterima bekerja hanya berselang 3 bulan setelah lulus kuliah. Sungguh bersyukur.

22. Setelah diklat selama 2 bulan di Surabaya dan Malang, kemudian balik lagi. Februari 2016, resmi menjadi pegawai tetap. Akhir februari, penempatan pekerjaan. Dan kocokan aku menunjuk aku harus ke Palangka Raya. Kota yang hanya sebatas tahu tapi tidak pernah ke sana sebelumnya. Kesannya jauh. Masih ingat sekali hari pertama aku ke Palangka, naik travel dengan teman yang sama-sama ditempatkan di Palangka. Masih ingat, pada saat turun dari mobil travel, supirnya berkata "kalian suami isteri ya?".

23. Ternyata Palangka hanya tempat persinggahan. 2 minggu di Palangka, lalu dimutasi ke Gunung Mas. Kota yang semakin terkesan jauh bagi ku. Dan benar aja, cerita-cerita proses perjalanan ke Gunung Mas. Naik turun bukit, jurang dan beberapa jalannya ada kerusakan. Dan aku bisa bertahan di situ setahun delapan bulan. Sebagai pegawai, aku adalah pegawai paling lama ditempat di situ dibandingkan dengan pegawai-pegawai sebelum aku. Mau tidak mau, harus bisa menikmati kehidupan di sana. Jauh dari keluarga. Perjalanan pulang ke Banjarmasin yang cukup melelahkan.

24. Setelah setahun delapan bulan di Gunung Mas, aku dimutasi ke Palangka. Tepat hari ini juga, setahun yang lalu, aku merayakan perpisahan dengan teman-teman di Gunung Mas. Banyak sekali cerita selama aku di Gunung Mas. Perjalanan yang melelahkan, perjalanan yang tantangan, perjalanan yang perjuangan, macam-macam, sudah pernah dilewati. Malam mingguan sendirian di atas gunung, sudah pernah. Sampai, malam tahun baruan di atas gunung, juga sudah pernah. Kini, aku sudah di Palangka. Secara umum, aku merasa lebih lelah semenjak di Palangka. Bukan hanya tentang pekerjaan, tapi juga tentang melewati pekerjaan itu. Di Gunung Mas, walaupun jauh, ada aja teman yang menemani dari jauh. Pas didekatkan ke Palangka, malah menjauh. Dari awal turun ke Palangka, rasa lelah itu seperti tidak ada penawarnya. Tidak ada yang benar-benar menjadi penawar. Sempat aku kira ada. Tapi ternyata itu bukan. Sudah sebulan lebih, aku benar-benar merasa tidak ada, sendirian. Aku merasa lebih baik seperti ini, daripada kepedean. Cuma semu.

25. Sekarang bagaimana? Mencari penawar lelah itu. Dengan meminimalkan rasa percaya diri. Samakan tujuan, saling ingin menjadi penawar lelah satu dengan yang lain. Itu saja, cukup.

...

Huh, panjang. Masih banyak cerita yang bisa saja aku ceritakan. Perjalanan seperempat abad ini tidak pendek. Tapi aku tidak bisa sedetail itu. Yang bisa aku sampaikan, aku harus bersyukur, aku masih ada nafas hingga ketikan ini. 25 tahun, jantung selalu berdetak, aliran darah selalu berjalan, sehat, alhamdulillah.. Doa yang terbaik untuk aku, orang tua, dan sekeliling aku. Semoga menjadi orang yang lebih baik dalam segala hal, apapun itu, berusaha terus hingga benar-benar tidak ada lagi nafas yang diberikan ini. Lancarkan prosesnya, mudahkan jalannya, bismillah..

Senin, 01 Oktober 2018

Ini yang Terakhir

4.17 AM.

Posisi mengetik ini di dalam mobil menuju Palangka Raya. Sedang di Pulang Pisau. Agak susah tidur karena siang tadi cukup lama tidur siangnya.

Dan, kalau dimatematikakan, hari ini adalah 20 hari setelah adegan ketinggalan hp dan cerita selanjutnya.

Kepikiran mengetik ini adalah setiap di dalam mobil pulang atau pas balik, momen-momen kita di dalam mobil jadi teringat. Selalu.

Cengeng.

Memang.

Semenjak tembok itu nyata, detik itu juga jarak semakin menjauh. Ku merasa, bukan sebuah kesalahan. Tapi seharusnya begitu.

Tidak ada lagi basa-basi. Semua terbatas bahasan pekerjaan. Sebatas teman sejak OJT. Cukup itu.

Dan semoga ini yang terakhir, blog ini membahas kita.

Sabtu, 15 September 2018

Setidaknya

Setidaknya sekarang lega.

Tidak perlu lagi ada rasa menduga-duga.

Tembok itu ternyata memang ada.

Aku kira hanya imajinasi saja.



Suara mereka masih dingat.

Tapi kabut semakin pekat.

Jadi buat apa juga untuk diingat?

Hanya akan membuat tersesat.



Setidaknya sekarang tahu.

Bukan itu.

Pertanyaan sudah terjawab, syukurku.

Lupakan, caraku.



Obrolan kita masih terngiang.

Perlahan akan menghilang.

Karena bukan hal yang penting.

Tidak akan ada lagi sharing.



Setidaknya sekarang mengerti.

Aku salah mengartikan selama ini.

Makan dan minum tidak berhati.

 Akunya yang ada hati.

Sabtu, 11 Agustus 2018

Kehabisan Basa Basi

Terbiasa dengan memulai dengan perbincangan yang basa basi. Dari situ berlanjut ke topik yang lain. Bisa berjam-jam chating padahal awalnya cuma basa basi.

Semenjak peristiwa itu, peristiwa mei lalu lanjut peristiwa pasca lebaran kemarin, tidak ada lagi basa basi seperti itu.

Semua tidak jauh, tentang pekerjaan. Selesai topik, maka selesai lah.

Basa basinya sudah mulai basi.

Tidak tahu, apakah ini yang terbaik?

Kalau aku, ku merasa bukan ini yang terbaik. Tapi, kalau diingat lagi tentang mei dan pasca lebaran, ah sudah malas. Selalu ada keyakinan, bukan kamu.

Walaupun, sebenarnya, sudah terbiasa dengan kamu.

Minggu, 05 Agustus 2018

Tentang Diperjuangkan atau Tidak

Jelas, perasaan kangen itu ada. Karena lama tak bertegur sapa, berinteraksi secara langsung. Wajar. Bukan hal yang aneh, kan?

Sebelum ketemu, dia sudah berencana akan melakukan sesuatu ketika bertemu. Sudah membawa yang akan dikerjakan. Sudah dipersiapkan.

Pertemuan ini disela-sela acara kantor. Acara kantor dimulai dari sore hingga malam. Kemudian dilanjutkan keesokan paginya sampai siang. Lalu pertemuan itu akan disudahi di sorenya.

Aku menawari diri dari siangnya, agar malam mengerjakan sesuatu itu.

Malam tiba. Dia sudah ngantuk.

Jadi, bukan soal ngantuk sebenarnya. Tapi soal, ya sudah, bukan hal yang harus diperjuangkan.

Minggu, 15 Juli 2018

Blog Bukan Tempat Curhat Lagi, Tapi..

Pasti gara-gara siang tadi tidur, yang akibatnya malam ini susah tidur.

Susah tidur jadinya pikiran ke mana-mana. Macam-macam yang dipikirkan. Campur aduk. Absurd.

Tentang pekerjaan.

Tentang hubungan.

Tentang kehidupan.

Semuanya.

Eh, mungkin ga semuanya juga ya. Tapi, ya begitulah.

Ini sebenarnya ga begitu niat bikin blog. Cuma bingung aja ngapain. Mau curhat di blog ini, kayanya ga deng. Seusia segini, blog bukan tempat yang pas lagi buat jadi tempat curhat. Mestinya, isteri tempat curhatnya.

Eaa..

Jumat, 15 Juni 2018

Ternyata, Belum Hari Ini

Setelah sebulan di bulan Ramadhan, hari ini bertemu 1 syawal lagi. Yap, seperti biasa lah. Sudah umum. Pertanyaan itu muncul lagi.

Tapi ada satu pertanyaan yang cukup mengelitik, selain soal kapan nikah, "gagal nikah ?" oleh salah seorang tetuha di keluarga saya.

Di bayangan saya pada tahun kemarin, 1 syawal di hari ini, seminimal mungkin, ada dua tempat yang akan dikunjungi. Mungkin statusnya belum resmi, tapi menuju resmi.

Ternyata, belum hari ini.

Kamis, 07 Juni 2018

#abislebarangantiprofesi

Tiga hari menjelang libur panjang lebaran, berkas mikro masih menumpuk. Semuanya menginginkan agar disegerakan. Kalau saya mampu, saya pun tidak mau ada tumpukan berkas. Saya pun ingin segera selesai tanpa ada yang tersisa. Tapi, saya ada keterbatasan. Sama dengan orang lain.

Jika saya memikirkan demi omzet, tentu gampang sekali. Semua pengajuan saya approve tanpa melalui tahapan yang cukup melelahkan, survey. Semua berkas yang masuk, seketika bisa langsung kembali ke outlet untuk bisa dilakukan pencairan kredit. Apapun dan bagaimana pun karakter nasabahnya, langsung diapprove. Kredit akan bermasalah? Tinggal klaim.

Tapi, saya bukan seperti itu.

Semenjak dulu, pertama kali menyalurkan kredit mikro di atas gunung, selalu ada unsur waspada. Penyaluran pertama di atas gunung dengan nasabah bukan pegawai internal, diawali ketika saya di sana.

Kini saya berada di kota. Yang luas. Yang beragam. Yang macam-macam. Yang random. Yang jelas berbeda dengan di atas gunung. Unsur waspada seharusnya semakin meningkat karena itu semua. Ditambah lagi, saya merasa ada tanggung jawab yang lebih dibandingkan dengan pada saat di atas gunung. Semua outlet yang di kota ini menjadi tanggung jawab saya. Cangkupannya lebih banyak. Wajar, saya harus lebih waspada.

Beberapa ada pengajuan yang saya tolak. Di sisi lain, saya juga memperhatikan omzet outlet. Tapi, bagaimana pun, saya punya hak untuk setuju atau menolak. Beberapa yang lain, ada pengajuan yang saya kelamaan tidak ditindaklanjuti, akibatnya nasabahnya menarik berkasnya. Ini yang namanya adanya keterbatasan saya sebagai manusia.

Semisal, selama sebulan ke belakang, pengajuan pembelian motor baru meningkat. Keterbatasan saya adalah, waktu. Saya mau semua pengajuan itu diproseskan. Tapi, tidak bisa semua dikerjakan. Jika dibilang, banyak hari libur, saya sudah berusaha agar disaat hari libur pun saya kerjakan. Semampunya saya kerjakan. Tapi, rasa lelah itu ada. Wajar.

Pembelian motor bukan sekedar pembelian. Tapi, semua proses harus saya kerjakan sendirian. Survey, scooring, hingga pembayaran ke dealer, saya. Ini bentuk keluhan? Iya, saya mengeluh. Tidak profesional? Mungkin.

Besok, sisa dua hari lagi sebelum libur panjang lebaran. Berkas-berkas itu masih banyak. Dan saya tidak sanggup. Berharap agar ada mutasi dan profesi saya berubah setelah libur lebaran nanti.

Minggu, 27 Mei 2018

Tahapan

Sekarang berada di tahapan, setiap selesai chat di wa dengan dia, selalu langsung dihapus. Sedikit berharap, itu balasan terakhir, dan tidak ada lagi kelanjutannya.

Aku merasa harus seperti itu. Aku punya ketakutan, jangan sampai sama cerita dengan di zaman sma. Kelamaan berharap sesuatu yang tidak harus diharapkan lagi. Efeknya ke diri sendiri juga. Dia tidak kembali, aku yang tetap gitu-gitu aja.

Kini, lagi bikin adonan agar rasa berharapnya hilang. Harus menyamakan dia dengan teman yang lain, tanpa ada harapan apapun.

Selasa, 01 Mei 2018

Bukan

Jangan berharap, karena bukan.

Kamis, 05 April 2018

Durasi Singkat, Berefek Lama

Satu jam yang lalu, ada Fourtwnty di Tonight Show. Seketika setelahnya, langsung mau nonton video ini lagi



"....keluarlah dari zona nyaman"

Zona nyaman kami bukan waktu santai, tapi waktu sibuk. Sibuk dengan segala urusan. Syukurnya, kami masih ada kepikiran untuk istirahat. Rutinitas hampir satu tahun dengan kegiatan bekerja, kami bayar tunai dengan berlibur bersama. Meski tidak panjang waktunya, tapi efeknya panjang.

Sekarang, video di atas bisa dijadikan video kenangan bagi pemeran di dalamnya. Singkat durasinya, tapi berefek lama.

Selasa, 13 Februari 2018

Canggung? Itu Efeknya

Random sekali yang dilakukan siang tadi. Melakukan sesuatu secara tiba-tiba. Aku juga terkejut. Kepikiran dan terlaksana dalam satu waktu. 

Lalu setelah itu, apa? 

Tidak ada. Setidaknya hingga ketikkan ini. Tidak ada.

Dan sekarang, mencoba agar seperti tidak ada apa-apa. Berusaha supaya apa yang sudah dilakukan seperti hal yang biasa saja. Random tapi biasa saja.

Kalau nantinya akan jadi canggung, mungkin itu efeknya. 

Minggu, 28 Januari 2018

Seperti Sama

Ada jutaan kejadian yang sudah dialami. Tapi ini seperti sama dengan satu kejadian di antara itu. Kurang paham. Kurang jelas juga. Tapi berasa sama.

Menunya beda. Tempatnya beda. Tapi rasanya sama.

Yang paling dihindari, cara melupakannya sama. Harus beda. Biar cepat ketemu rasa yang baru.