Kamis, 16 Juni 2016

Di Perantauan

Di perantauan, kita merantau. Kita keluar dari zona aman. Keluar dari segala kemudahan-kemudahan yang selalu kita dapati di kota sendiri. Tidak ada kemudahan ketika di perantauan, awalnya. Pasti sulit. Sulit meninggalkan kota yang dari kita lahir hingga sudah mengenal kata perintah untuk merantau. Banyak hal yang harus ditinggalkan. Kebiasaan-kebiasaan di kota asal yang unik maupun yang udik. Orang-orang yang memiliki peran penting dalam tumbuh kembang kita. Dan tentu juga, kenangan.

Di perantauan, kita sendiri. Segalanya sendiri. Tidak ada yang membangunkan ketika sahur. Tidak ada yang menyediakan makan. Tidak ada yang bersedia menyucikan pakaian. Tidak ada. Kita sendiri yang harus berinisiatif untuk melaksanakannya.

Di perantuan, kita mandiri. Karena kita sendiri, makanya kita mandiri. Saling berkaitan satu sama lain. Jika tidak pernah sendiri, maka tidak akan pernah pula menjadi mandiri.

Di perantauan, kita bebas. Apapun kita dapat lakukan. Karena kita merantau. Karena kita sendiri. Karena kita mandiri.

Di perantauan, kita adalah kita. Bukan orang lain. Kita yang seutuhnya adalah ketika kita di perantauan.

Di perantauan, kita merasa jauh. Sedekat apapun kita merantau dari kota asal, tetap saja merasa jauh. Apalagi, jika, dari segi jarak, memang, jauh.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Satu jam yang lalu, saya baru mengunjungi acara pameran yang diadakan Pemerintah Kabupaten Gunung Mas dalam rangka merayakan ulang tahun kabupaten yang ke 14 tahun. Di lokasi pameran, saya merasa seperti di Kota Banjarmasin dalam bentuk yang berbeda. Ya jelas ada sisi-sisi yang berbeda. Mungkin faktor kangen kampung halaman, jadinya serasa di Kota Banjarmasin. Beginilah rasanya merantau. Ah,  tidak bisa dilanjutkan lagi. Tidak ada kata-kata lagi.

Terimakasih, karena telah mempercayaiku untuk merantau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang perlu dikomentari, komentarin aja. :)