Kamis, 31 Januari 2013

Aku, Kemacetan dan Banjarmasin

Aku adalah seorang yang sebenarnya tidak banyak bicara dan tidak mau banyak bicara. Aku rasa, diam itu memang lebih bermanfaat daripada ngomong sana-sini. Mungkin karena aku anak tunggal yaa..

Hari ini, malam ini, hatiku tergerak untuk menulis tentang yang akhir-akhir ini menjadi pikiranku. Dari dulu sebenarnya pengennya, tapi karena kondisi sekarang lebih mendukung maka aku putuskan detik ini aku nulis.

Ini tentang rencana depan rumahku yang (katanya) ingin dinormalisasikan. Aku juga masih bingung arti normalisasi di sini. Jadi, menurut situs ini, normalisasi adalah tindakan menjadikan normal (biasa) kembali; tindakan mengembalikan pada keadaan, hubungan, dsb yang biasa atau yang normal. Lalu kenapa mesti memilih pasar lama?

Sesuai dengan namanya, pasar lama sudah ada sejak sebelum Indonesia mereka. Pastinya aku ga tau, karena kekurangan informasi. Tapi aku tahu, pasar lama itu memang sudah lama.
Alasan ingin normalisasikan menurut pemerintah kota, karena kemacetan yang sering terjadi di jalan Sulawesi pada jam-jam sibuk. Jalan Sulawesi adalah jalan menuju pasar lama. Jalannya sempit. Dipinggirnya ada rumah, toko hingga sekolah. Lalu, benarkah gara-gara jalan yang sempit menyebabkan kemacetan?

Alasan lainnya, karena pasar itu sendiri. Aku akui, pasar lama sekarang telah banyak perubahan. Semakin semerawut. Itu jelas terlihat. Faktornya, dari si pedagangnya yang memang membuat hal itu hingga pemerintah kota yang sepertinya tidak peduli tentang hal itu.

Kenapa aku berkata demikian? Mungkin aku salah, tapi sejauh ini aku tak pernah melihat lurah ke pasar. Bukan aku aja, orangtuaku juga tak pernah. Dan sudah bisa ditebak, walikota juga ga pernah ke pasar lama. Buat apa memerintah kalau tak pernah ke tempat yang mereka perintah?

Kembali ke persoalan kemacetan tadi. Aku berpendapat, membuat jalan raya yang sebelumnya adalah pasar itu kurang tepat. Hal ini banyak hal yang mendasari. Banyak orang yang tergantung penghasilannya dari pasar ini. Pedagang kaki lima banyak. Tukang becak dimana-mana. Hingga rumah-rumah yang dijadikan toko. Jika dijadikan jalan raya, sudah tentu penghasilan mereka akan berubah. Seperti rumah-rumah yang dijadikan toko. Walaupun mereka masih bisa berjualan, tapi pasti akan berbeda dengan keadaan masih "berbentuk pasar". Dalam bayanganku, jika masih ada orang yang berjualan, itu sama saja membuat kemacetan. Bukankah tujuannya untuk mengurangi kemacetan?

Lalu apa solusinya menurutku? Sejak aku beralih memilih bersepeda jika aku ke suatu tempat, aku yakin bukan jalan yang sempit penyebab kemacetan itu. Kalau menurutku, jika itu adalah penyebabnya, kenapa zaman ibuku masih bersekolah tak pernah terjadi kemacetan?

Membuat jalan baru ataupun memperlebar jalan raya itu hanya menguntungkan pengguna kendaraan bermotor pribadi. Oh ya, mereka itu penghasil pendapatan daerah yaa?

Sering melihat kemacetan di Jakarta kan? Disana jalan rayanya lebar-lebar, jalan layang di sana-sini tapi kenapa masih sering terjadi kemacetan?

Sering melihat kota-kota besar di luar negeri yang kelihatannya jarang terjadi kemacetan kan? Sudah tahu kan, apa bedanya?

Langsung ke intinya, aku lebih suka pemko menjalankan UU no 22 thn 2009, pasal 45, ayat 1. Pasti banyak yang belum tahu apa isi pasal tersebut. Yaa, karena kurang populer isinya. Tapi menurutku penting. Apa itu? Isinya, fasilitas penyelenggaraan lalu lintas & angkutan jalan meliputi: a. Trotoar. b. Lajur sepeda. Sebenarnya sampai e, tapi aku mau fokus poin a dan b aja. Di ayat 2, dijelaskan bahwa yang menyelenggarakannya adalah diantaranya pemerintah kota. Bagi yang mau tahu secara lengkap apa saja isi UU tersebut, langsung search di google. Ada kok isi lengkapnya dengan format pdf. Unduh ya, biar pintar.

Trotoar dan lajur sepeda menurutku penting. Selain membuat kenyamanan bagi penggunanya, juga membuat solusi kemacetan. Jika jarak dekat, bisa jalan kaki. Yang lumayan jauh, bersepeda. Tapi jika merasa lelah jika bersepeda, naik angkutan umum aja.

Pada akhirnya, aku hanya mengingat kembali. Jika Banjarmasin terkenal sebagai kota seribu sungai, tapi kenapa malah terjadi kemacetan di darat? Aneh yaa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang perlu dikomentari, komentarin aja. :)