BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia jika ada bahasan tentang birokrasi maka presepsi
orang tidak lain adalah birokrasi pemerintahan. Birokrasi dengan segala macam
cacatnya menjadi milik pemerintah. Jangan berteori saja, kata Johnson (1978)
karena sama saja dengan menuruti perbuatan yang jahat-theorizing as they do
indulged in is badly done.
Birokrasi pemerintah seringkali diartikan sebagai officialdom
atau kerajaan pejabat. Suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat
dari suatu bentuk organisasi yang digolongkan modern. Didalamnya terdapat
tanda-tanda bahwa seseorang mempunyai yurisdiksi yang jelas dan pasti, mereka
berada dalam area ofisial yang yuridiktif. Di dalam yuridiksi tersebut
seseorang mempunyai tugas dan tanggung jawab resmi (official duties)
yang memperjelas batas-batas kewenangan pekerjaannya. Mereka bekerja dalam
tatanan pola hirarki sebagai perwujudan dari tingkatan otoritas dan
kekuasaannya. Mereka memperoleh gaji berdasarkan keahlian dan kompetensi.
Selain itu dalam kerajaan pejabat tersebut, proses komunikasinya didasarkan
pada dokumen tertulis (the files). Itulah kerajaan birokrasi yang
rajanya para pejabat.
Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu dalam
birokrasi pemerintah. Kekuasaan pejabat ini amat menentukan, karena segala
urusan yang berhubungan dengan jabatan itu maka orang yang berada dalam jabatan
itu yang menentukan. Jabatan-jabatan itu disusun dalam tatanan hirarki dari
atas ke bawah. Jabatan yang berada di hirarki atas mempunyai kekuasaan yang
lebih besar ketimbang jabatan yang berada di tataran bawah. Semua jabatan itu
lengkap dengan fasilitas yang mencerminkan kekuasaan tersebut. Di luar hirarki
kerajaan pejabat dan jabatan itu terdampar rakyat yang powerless
dihadapan pejabat birokrasi tersebut. Itulah sebabnya birokrasi pemerintah
acapkali disebut kerajaan pejabat yang jauh dari rakyat.
Untuk itu, dalam makalah kami ini akan mengulas seperti apa
pengertian birokrasi, bagaimana birokrasi pada masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono dan permasalahan yang terjadi serta cara-cara mengatasinya.
1.2 Rumusan Masalah
Antara lain:
1.
Apa pengertian
dari birokrasi?
2.
Apa visi dan
misi birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
3.
Apa saja
permasalahan dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
4.
Bagaimana
mengatasi permasalahan dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Diharapkan agar mahasiswa/i dapat
memahami tentang birokrasi.
2.
Diharapkan agar mahasiswa/i dapat
mengetahui visi-misi dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
3.
Diharapkan agar mahasiswa/i dapat mengetahui
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam birokrasi pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono.
4.
Diharapkan agar mahasiswa/I dapat
mengetahui cara mengatasi permasalahan dalam birokrasi pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Birokrasi
2.1.1 Pengertian Birokrasi
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang
menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam
kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal
dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja
atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang
Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas
pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta
pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.
Secara teoritis, birokrasi adalah alat
kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya
birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan
kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan
agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa
kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi
juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi
perilaku.
Dalam pemerintahan, kekuasaan publik
dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan
tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan
harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini
mempunyai tiga arti, yaitu :
1.
Sebagai tipe organisasi yang khas;
2. Sebagai
suatu sistem;
3. Sebagai
suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai
tujuannya.
2.1.2 Ciri-ciri Birokrasi
Ciri-ciri birokrasi, diantaranya
adalah:
1. Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip
organisasi dengan sepenuhnya;
2. Adanya peraturan yang benar-benar
ditaati;
- Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing (sense of belonging);
- Para pejabat terikat oleh disiplin;
- Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (merit system);
- Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.
2.1.3 Karakteristik Birokrasi
Menurut Weber, terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
1.
Organisasi yang
disusun secara hirarkis
2.
Setiap bagian
memiliki wilayah kerja khusus.
3.
Pelayanan publik
(civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih,
dimana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang
pendidikan, atau pengujian (examination).
4.
Seorang pelayan
publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.
5.
Pekerjaan
sekaligus merupakan jenjang karir.
6.
Para
pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.
7.
Setiap pekerja
dikontrol dan harus disiplin.
8.
Promosi yang ada
didasarkan atas penilaian atasan (superior's judgments).
2.1.4 Peran Birokrasi dalam Pemerintahan Modern
Michael G.
Roskin, et al. menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dalam
suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah:
1. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi
administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan dan pengumpul informasi. Dengan
fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah
mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta
penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti
pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri
telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2. Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat
atau kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di
Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut
ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan
atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas
tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan
Telekomunikasi juga menjalankan fungsi pelayanan publik ini.
3. Pengaturan
(regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang
demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan
birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus
kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan
pada dua pilihan ini.
4. Pengumpul
Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah
suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat
kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi
faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan
kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal
tersebut.
2.1.5 Asas-asas Birokrasi
Dalam melaksanakan birokrasi negara,
setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas, yaitu:
1.
Asas Legalitas
Asas ini
berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para
birokrat yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan
undang-undang, untuk itu para pejabat atau para birokrat harus memperhatikan
delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis, penyebaran atau penggunaan
peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak bertentangan
satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering
berubah-ubah dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.
2.
Asas Freies Ermessen atau Diskresi
Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan
dengan alasan tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk
mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas
legalitas.
2.1.6 Hak dan
Kewajiban Seorang Birokrat
Dalam setiap hal yang dikerjakan oleh aparatur administrasi
negara, dapat dilihat apa yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab serta
peranan aparatur administrasi negara. Adapun hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh seorang aparatur administrasi negara (birokrat) adalah:
1.
Wajib atau taat pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
- Wajib membuat suatu kebijaksanaan terhadap suatu hal walaupun tidak ada peraturan yang mengaturnya, hal ini sesuai dengan freies ermessen;
- Harus sesuai dengan susunan pembagian tugas;
- Wajib melaksanakan prinsip-prinsip organisasi dan
- Wajib melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
2.2
Birokrasi
pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Berikut visi dan misi pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono dam Boediono masa jabatan 2009-2014:
Visinya adalah Terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur (sesuai
rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 yang tercantum dalam
Undang-undang nomor 17/2007).
Sedangkan misinya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman,
damai dan meletakan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis.
Usaha-usaha perwujudan visi Indonesia 2014
akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2009-2010 sebagai berikut.
- Melanjutkan pembangunan menuju indonesia yang sejahtera.
- Memperkuat pilar-pilar demokrasi.
- Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.
Pasangan SBY-Boediono telah merancang 5
Strategi Pokok sebagai berikut:
- Melanjutkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia.
- Melanjutkan upaya menciptakan good government dan good corporate governance.
- Demokratisasi pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa.
- Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.
- Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka pembangunan masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.
2.3 Permasalahan Birokrasi pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Secara garis besar, ada tiga permasalahan yang terjadi pada birokrasi
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, diantaranya adalah:
1. Korupsi
Adanya perubahan nilai yang terjadi di masyarakat
mengenai korupsi bukanlah hal yang mengada-ada. Perilaku korupsi yang terjadi
secara terus menerus berhasil membentuk sebuah pembenaran bahwa perbuatan yang
dilakukan bukanlah korupsi. Contoh sederhana adalah ketika mengurus KTP, SIM
atau surat-surat penting lainnya, maka masyarakat cenderung memberikan
uang pelicin. Alasannya cukup klasik, yakni karena pasrah dengan keadaan setelah
menghadapi kenyataan dokumen-dokumen tersebut tidak keluar padahal sudah
mengikuti seluruh prosedur. Hal ini dapat terjadi karena pameo yang cukup
populer di kalangan birokrat adalah “kalau bisa dipersulit mengapa harus
dipermudah?” Sehingga mau/tidak mau, suka/tidak suka, masyarakat harus
mengikuti prosedur tambahan. Jika tidak ingin terjebak dalam proses birokrasi
yang berbelit-belit, masyarakat sudah paham bagaimana cara mengatasinya.
a. Sebab-Sebab
Korupsi Birokrasi
Menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dipahami bahwa yang
namanya sebuah kejahatan tidak akan pernah berakhir dimuka bumi. Yang pasti,
angka-angka kejahatan hanya dapat diminimalisir. Sebagaimana hasil penelitian
Thomas Moore, selama 25 tahun ada 72.000 pencuri yang digantung di daerah
dengan jumlah penduduk tiga sampai empat juta orang saja, tetapi kejahatan
terus saja merajalela. Menurut moore, dengan kekerasan saja tidak akan
membendung kejahatan. Untuk memberantas kejahatan, harus dicari sebabnya dan
menghapuskannya. Sama halnya dengan korupsi, untuk dapat mengurangi angkanya
kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang menjadi penyebab. Adapun
penyebab-penyebab korupsi diantaranya:
1.
Kebudayaan atau Kultur.
Perilaku para birokrat kita adalah bagaimana cara untuk
mempersulit proses birokrasi. Karena tidak ingin dipersulit maka masyarakat
memilih untuk memberi uang pelicin, itu baru dikalangan birokrat rendahan.
Bagaimana dengan kalangan birokrat tinggi? Sama saja, sebagai bukti adalah
bagaimana para birokrat tinggi menjadikan program-program pembangunan
sebagai lahan korupsi. Yang dijadikan sebagai sapi perahan tentu saja
para pengusaha-pengusaha. Di daerah pengusaha dijadikan objek pemerasan, dan
didepan hukum para pengusaha sering dipersalahkan dan dituduh menyuap.
Soedarso di dalam bukunya menyebut dalam hubungan meluasnya
korupsi di Indonesia, apabila milieu itu ditinjau lebih lanjut, yang
perlu diselidiki tentunya bukan milieu orang satu persatu, melainkan
yang secara umum meliputi, dirasakan dan memengaruhi kita semua orang Indonesia.
Dengan demikian, mungkin kita bisa menemukan sebab-sebab masyarakat kita dapat
menelurkan korupsi sebagai way of life dari banyak orang, mengapa
korupsi itu secara diam-diam di-tolereer, bukan oleh penguasa, tetapi oleh
masyarakat sendiri. Kalau masyarakat umum mempunyai semangat anti korupsi
seperti mahasiswa pada waktu melakukan demonstarasi anti korupsi, maka korupsi
sungguh-sungguh tidak dikenal.
Menjadi sebuah catatan dari pendapat Soedarso di atas adalah
“seperti mahasiswa pada melakukan demonstrasi anti korupsi”. Dapat
ditarik sebuah hipotesis, bahwa diluar demonstrasi mahasiswa juga sebenarnya
melakukan korupsi. Argumen ini di dasari atas pengertian korupsi itu
sendiri. Korupsi berasal dari kata berbahasa latin, yakni corruptio atau
corruptus yang berasal dari kata corrumpere. Kemudian turun ke
bahasa-bahasa Eropa, seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; dan
Belanda yakni corruptie. Secara harfiah, kata korupsi memiliki arti
kebusukan, keburukan, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,
kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Jadi, korupsi sebenarnya tidak hanya menyangkut persoalan
keuangan negara atau perekonomian negara, namun sangat luas.
Perbuatan-perbuatan seperti membayar orang lain untuk mengerjakan tugas,
membayar petugas adminstrasi, atau bahkan yang lebih parah lagi adalah membayar
sang dosen untuk mendapatkan nilai yang bagus. Cerita mengenai penempaan tugas
akhir atau skripsi merupakan kisah yang tidak akan pernah berakhir. Keseluruhan
perbuatan tersebut termasuk ke dalam perbuatan korupsi.
Sebuah realita bagaimana korupsi sudah dilegalkan oleh hampir
seluruh lapisan masyarakat. Bahkan legalisasi korupsi itu sendiri dilakukan
oleh agent of social change, agent of social control (mahasiswa).
2.
Manajemen yang kurang Efektif
dan Efisien.
Salah satu yang menjadi penyebab korupsi ialah, lemahnya
sistem manajemen yang kurang efektif dan efesien, sehingga kontrol terhadap
birokrasi menjadi lemah. Hal inilah yang menyebabkan para birokrat dapat
bertindak sesuai kehendak masing-masing. Tidak jarang, para birokrat melangggar
aturan karena sistem manajemen tidak berjalan sebagaimana mestinya.
3.
Rendahnya Gaji.
Rendahnya gaji merupakan permasalahan klasik penyebab
terjadinya korupsi. Wertheim mengemukakan, kurangnya gaji dan pemotongan gaji
yang banyak merupakan penyebab korupsi pada pegawai VOC dahulu kala.
Penyakit korupsi inilah yang mengakibatkan usaha dagang
Hindia Belanda tersebut harus gulung tikar. Kebutuhan yang terus meningkat
serta tidak selarasnya dengan kenaikan gaji mengakibatkan seorang birokrat
untuk melakukan perbuatan korupsi.
Tetapi rendahnya gaji tidak melulu menjadi jaminan seseorang
menjadi pelaku korupsi. Dari sekian banyak pelaku korupsi saat ini, tidak
sedikit yang memiliki gaji yang lumayan besar serta duduk di jabatan strategis.
Tak pelak hal ini menimbulkan asumsi bahwa permasalahan gaji yang rendah
bukan lagi menjadi faktor utama seseorang untuk melakukan perbuatan korupsi.
4.
Rendahnya Moral.
Dapatlah dikatakan bahwa para pelaku korupsi memiliki moral
yang rendah. Mereka menggadaikan idealisme serta melanggar nilai-nilai yang
terkandung dalam agama, budaya, serta nilai yang ada di dalam masyarakat. Yang
menjadi prioritas adalah bagaimana dapat menjadikan diri sebagai orang yang
terhormat, memiliki jaringan yang luas, serta harta yang berlimpah dengan jalan
korupsi. Tidak ada lagi bedanya, dimana pendapatan halal dan haram. Semua telah
dicampur adukkan dalam satu, mungkin saja ini bertujuan untuk “mengelabui”
Tuhan dan masyarakat bahwa uang yang didapat adalah uang murni hasil keringat
sendiri. Memang benar uang yang dicari dengan keringat sendiri, tapi dengan
cara korupsi.
b.
Dampak Korupsi
Begitu banyak dan luas
dampak yang disebabkan oleh perbuatan korupsi. Diantaranya adalah daya
saing Indonesia tahun ini merosot akibat beberapa masalah mendasar, seperti
kasus korupsi dan penyuapan. Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) soal daya saing
global tahun 2012-2013 mengungkapkan posisi Indonesia yang turun empat
peringkat menjadi ke-50 dibanding tahun lalu. WEF juga menggarisbawahi masalah
perilaku tidak etis sektor swasta, hambatan birokrasi, minimnya belanja
pemerintah, serta infrastruktur yang belum berkembang.
Dampak lain korupsi ialah,
kehancuran birokrasi itu sendiri. Birokrasi merupakan garda terdepan yang
berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan
birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan
yang menyeluruh di dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan
dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di
kalangan mereka sendiri.
Dalam melaksanakan tugasnya
seringkali birokrasi sebagai pemegang kekuasaan berpotensi untuk
menyalahgunakan kewenangannya untuk melayani kepentingan diri sendiri.
Birokrasi semacam itu boleh jadi memang melayani masyarakat, namun ia juga
dapat menggunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan bagi para
pengelolanya. Setelah birokrasi hancur maka rentetan dampak korupsi lainnya
adalah meningkatnya angka kriminalitas serta pengangguran. Mengutip Sun Yan Set
yang menyatakan bahwa dampak korupsi ialah menimbulkan demoralisasi, keresahan
sosial, dan keterasingan politik. Dapatlah juga dikatakan bahwa perbuatan
korupsi merupakan bentuk penistaan terhadap tujuan negara.
2.
Efisiensi
Syarat untuk bisa menjaga belanja pegawai tidak
menjadi beban belanja negara adalah dengan melakukan efisiensi birokrasi.
Penanganan pensiun, menjadi salah satu pekerjaan yang dibutuhkan. Namun beban
pensiun pegawai negeri sipil akan semakin membengkak, bila pemerintah tidak
merampingkan organisasi birokrasi.
Saat ini, jumlah pegawai dan kenaikan gaji tidak
sebanding dengan produktivitas mereka. Semestinya, pemerintah bisa lebih
selektif dalam merekrut pegawai yang harus disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan
jumlah pegawai yang sedikit, yang akan diuntungkan bukan hanya anggaran, tapi
pelayanan publik yang lebih bagus. Korupsi juga akan lebih tertangani.
Di era reformasi birokrasi, diharapkan birokrasi
semakin efisien dari sisi struktur maupun biaya. Namun faktanya, belanja
pegawai terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati
oleh alokasi pegawai. Di 302 daerah, belanja pegawai menghabiskan lebih dari 50
persen anggaran. Bahkan di 11 daerah di antaranya belanja pegawai mencapai 70
persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Berikut 11 kabupaten/kota yang 70% lebih APBD-nya habis untuk gaji
PNS:
1. Kota Langsa, NAD, 77 persen APBD
2. Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, 74 persen APBD
3. Kota Ambon, Maluku, 73
persen APBD
4. Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, 73 persen APBD
5. Kabupaten Bantul, DIY, 72 persen APBD
6. Kabupaten Bireun, NAD, 72 persen APB
7. Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 72 persen APBD
8. Kabupaten Aceh Barat, NAD, 71 persen APBD
9. Kota Gorontalo, Gorontalo, 70,3 persen APBD
10. Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, 70,1 persen APBD
11. Kota Padangsidempuan, Sumatera Utara, 70,003 persen APBD
3. Efektivitas
Terakhir, adalah masalah efektifitas yang
menyangkut manfaat dari pekerja pemerintah tersebut bagi masyarakat. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa pelayanan birokrasi di Indonesia sangat lambat dan
berbelit. Begitu pula masalah proyek-proyek pemerintah yang tidak tepat
sasaran, sehingga tidak dirasakan manfaatnya.
2.4 Cara mengatasi
Permasalahan Birokrasi
Beberapa langkah yang harus diambil
oleh pihak pemerintah adalah mengambil langkah strategis untuk dapat
mengefektifkan kembali pelayanan yang ideal dengan mengambil langkah:
1.
Sederhana,
mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah,
cepat dan tidak berbelit-belit.
2.
Efektif,
lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari
visi-misi kepala daerah.
3.
Kejelasan
dan kepastian, mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara
pembayaran serta jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut.
4.
Keterbukaan,
masyarakat bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah
dan gamblang meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu
penyelesaian dan lain-lain.
5.
Efisien,
persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan produk pelayanan.
6.
Pelatihan
secara khusus kepada birokrat yang menjalankan tugasnya sebagai publik
service.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Birokrasi adalah
suatu tata hubungan antara jabatan-jabatan, pejabat-pejabat, unit instansi dan
departemen pemerintahan. Dalam tata hubungan ini, bagaimana suatu penyampaian
gagasan, rencana, perintah, nilai-nilai, perasaan dan tujuan dapat diterima
dengan baik oleh pihak lain sebagai penerima dengan cara penyampaiannya harus
mudah dan tepat serta berdasarkan hukum. Dari sekian banyak program yang telah
dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terdapat dalam Visi-Misinya,
pastilah terdapat kendala-kendala dalam mencapai tujuan itu. Terutama dari
segi, permasalahan korupsi, efisien dan efektivitas dalam birokrasi
pemerintahan saat ini. Untuk itu, alangkah baiknya kita bisa mengambil
pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik.
3.2 Saran
Melihat penerapan birokrasi di
Indonesia saat ini, hendaknya ada perbaikan terhadap implementasi birokrasi.
Baik itu dari segi sistemnya, maupun subyek (lembaga) yang bersangutan dengan
cara-cara atau langkah-langkah seperti, kesederhanaan dalam pelayanan yang dalam
hal ini adalah tidak berbelit-belit dalam pelayanan kemasyarakatan, efektif
dalam mencapai tujuan, adanya kejelasan dan kepastian mengenai segala sesuatu
yang berhubungan pada pelayanan publik, transparansi, efisien dalam penempatan
birokrat dan pentingnya pelatihan khusus terhadap birokrat agar terciptanya
pelayan masyarakat yang handal.
DAFTAR PUSTAKA
Thoha, Miftah. Prof. Dr. MPA. 2011. Birokrasi &
Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Yosa, 2010. Birokrasi. http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html. Diakses tanggal
29 maret 2013.
Basri, Seta., 2009. Pengertian Birokrasi dan Jenis-jenis
birokrasi Negara. http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/birokrasi.html. Diakses tanggal
29 maret 2013.
Alkaf, Yasir., 2009. Visi, Misi dan
Program Kerja Pasangan SBY-Boediono 2009-2014. http://yasiralkaf.wordpress.com/2009/06/26/visi-misi-dan-program-kerja-pasangan-sby-boediono-2009-2014/.
Diakses tanggal 29 maret 2013.
Holis, Mifta., 2012. Legalisasi Korupsi Birokrasi.
http://miftaholis.blogspot.com/2012/12/legalisasi-korupsi-birokrasi_24.html.
Diakses tanggal 29 maret 2013.
Anonim.,
2012. Efisiensi Birokrasi Solusi Kurangi Beban Negara. http://fokusriau.com/berita-861-efisiensi-birokrasi-solusi-kurangi-beban-negara.html. Diakses
tanggal 29 maret 2013.
Khafifah, Nur., 2012. Ya Ampun!
70% Lebih APBD di 11 Kabupaten/Kota Ini Habis untuk Gaji PNS. http://news.detik.com/read/2012/12/16/161232/2119849/10/ya-ampun-70-lebih-apbd-di-11-kabupaten-kota-ini-habis-untuk-gaji-pns. Diakses
tanggal 29 maret 2013.
Zaldi.,
2011. Reformasi Birokrasi adalah Masalah Utama Indonesia. http://birokrasi.kompasiana.com/2011/12/02/reformasi-birokrasi-adalah-masalah-utama-indonesia-416549.html. Diakses
tanggal 29 maret 2013.
Febriyandi.,
2011. Mewujudkan Proses Birokrasi yang Efektif dan Efisien dalam Pelayanan
Publik Terhadap Masyarakat. http://birokrasi.kompasiana.com/2011/07/25/mewujudkan-proses-birokrasi-yang-efektif-dann-efisien-dalam-pelayanan-publik-terhadap-masyarakat-381253.html. Diakses
tanggal 29 maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ada yang perlu dikomentari, komentarin aja. :)