Jumat, 12 April 2013

[MAKALAH] Birokrasi pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Di Indonesia jika ada bahasan tentang birokrasi maka presepsi orang tidak lain adalah birokrasi pemerintahan. Birokrasi dengan segala macam cacatnya menjadi milik pemerintah. Jangan berteori saja, kata Johnson (1978) karena sama saja dengan menuruti perbuatan yang jahat-theorizing as they do indulged in is badly done.
Birokrasi pemerintah seringkali diartikan sebagai officialdom atau kerajaan pejabat. Suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat dari suatu bentuk organisasi yang digolongkan modern. Didalamnya terdapat tanda-tanda bahwa seseorang mempunyai yurisdiksi yang jelas dan pasti, mereka berada dalam area ofisial yang yuridiktif. Di dalam yuridiksi tersebut seseorang mempunyai tugas dan tanggung jawab resmi (official duties) yang memperjelas batas-batas kewenangan pekerjaannya. Mereka bekerja dalam tatanan pola hirarki sebagai perwujudan dari tingkatan otoritas dan kekuasaannya. Mereka memperoleh gaji berdasarkan keahlian dan kompetensi. Selain itu dalam kerajaan pejabat tersebut, proses komunikasinya didasarkan pada dokumen tertulis (the files). Itulah kerajaan birokrasi yang rajanya para pejabat.
Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu dalam birokrasi pemerintah. Kekuasaan pejabat ini amat menentukan, karena segala urusan yang berhubungan dengan jabatan itu maka orang yang berada dalam jabatan itu yang menentukan. Jabatan-jabatan itu disusun dalam tatanan hirarki dari atas ke bawah. Jabatan yang berada di hirarki atas mempunyai kekuasaan yang lebih besar ketimbang jabatan yang berada di tataran bawah. Semua jabatan itu lengkap dengan fasilitas yang mencerminkan kekuasaan tersebut. Di luar hirarki kerajaan pejabat dan jabatan itu terdampar rakyat yang powerless dihadapan pejabat birokrasi tersebut. Itulah sebabnya birokrasi pemerintah acapkali disebut kerajaan pejabat yang jauh dari rakyat.
Untuk itu, dalam makalah kami ini akan mengulas seperti apa pengertian birokrasi, bagaimana birokrasi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan permasalahan yang terjadi serta cara-cara mengatasinya.

1.2  Rumusan Masalah
Antara lain:
1.      Apa pengertian dari birokrasi?
2.      Apa visi dan misi birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
3.      Apa saja permasalahan dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?
4.      Bagaimana mengatasi permasalahan dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Diharapkan agar mahasiswa/i dapat memahami tentang birokrasi.
2.      Diharapkan agar mahasiswa/i dapat mengetahui visi-misi dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
3.      Diharapkan agar mahasiswa/i dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
4.      Diharapkan agar mahasiswa/I dapat mengetahui cara mengatasi permasalahan dalam birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Birokrasi
2.1.1 Pengertian Birokrasi
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.
Secara teoritis, birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.
Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini mempunyai tiga arti, yaitu :
1.   Sebagai tipe organisasi yang khas;
2.   Sebagai suatu sistem;
3.   Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai tujuannya.

2.1.2 Ciri-ciri Birokrasi
Ciri-ciri birokrasi, diantaranya adalah:
1.      Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;
2.      Adanya peraturan yang benar-benar ditaati;
  1. Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing (sense of belonging);
  2. Para pejabat terikat oleh disiplin;
  3. Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (merit system);
  4. Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.
2.1.3  Karakteristik Birokrasi
Menurut Weber, terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu:
1.      Organisasi yang disusun secara hirarkis
2.      Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.
3.      Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, dimana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian (examination).
4.      Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.
5.      Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir.
6.      Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.
7.      Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin.
8.      Promosi yang ada didasarkan atas penilaian atasan (superior's judgments).

2.1.4  Peran Birokrasi dalam Pemerintahan Modern
Michael G. Roskin, et al. menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di dalam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut adalah:
1.      Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2.      Pelayanan
Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana alam. Untuk batas-batas tertentu, beberapa korporasi negara seperti PJKA atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi pelayanan publik ini.

3.      Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.

4.      Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut.

2.1.5  Asas-asas Birokrasi
Dalam melaksanakan birokrasi negara, setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya dilengkapi dengan dua asas, yaitu:
1.      Asas Legalitas
Asas ini berarti tidak ada satu pun perbuatan atau keputusan dari pejabat atau para birokrat yang bersangkutan, boleh dilakukan tanpa dasar suatu ketentuan undang-undang, untuk itu para pejabat atau para birokrat harus memperhatikan delapan unsur legalitas, yaitu peraturan tertulis, penyebaran atau penggunaan peraturan, tidak berlaku surut, peraturan bisa dimengerti, tidak bertentangan satu sama lain, tidak menuntut diluar kemampuan orang, tidak sering berubah-ubah dan sesuai antara peraturan dan pelaksanaannya.

2.      Asas Freies Ermessen atau Diskresi
Artinya pejabat atau para birokrat tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturan, oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas legalitas.

2.1.6  Hak dan Kewajiban Seorang Birokrat
Dalam setiap hal yang dikerjakan oleh aparatur administrasi negara, dapat dilihat apa yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab serta peranan aparatur administrasi negara. Adapun hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang aparatur administrasi negara (birokrat) adalah:
1.      Wajib atau taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  1. Wajib membuat suatu kebijaksanaan terhadap suatu hal walaupun tidak ada peraturan yang mengaturnya, hal ini sesuai dengan freies ermessen;
  2. Harus sesuai dengan susunan pembagian tugas;
  3. Wajib melaksanakan prinsip-prinsip organisasi dan
  4. Wajib melaksanakan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
2.2  Birokrasi pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Berikut visi dan misi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dam Boediono masa jabatan 2009-2014:
Visinya adalah Terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur (sesuai rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 yang tercantum dalam Undang-undang nomor 17/2007).
Sedangkan misinya adalah mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, aman, damai dan meletakan fondasi yang lebih kuat bagi Indonesia yang adil dan demokratis.
Usaha-usaha perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2009-2010 sebagai berikut.
  1. Melanjutkan pembangunan menuju indonesia yang sejahtera.
  2. Memperkuat pilar-pilar demokrasi.
  3. Memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.
Pasangan SBY-Boediono telah merancang 5 Strategi Pokok sebagai berikut:
  1. Melanjutkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia.
  2. Melanjutkan upaya menciptakan good government dan good corporate governance.
  3. Demokratisasi pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa.
  4. Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.
  5. Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka pembangunan masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.
2.3  Permasalahan Birokrasi pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Secara garis besar, ada tiga permasalahan yang terjadi pada birokrasi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, diantaranya adalah:
1.      Korupsi
Adanya perubahan nilai yang terjadi di masyarakat mengenai korupsi bukanlah hal yang mengada-ada. Perilaku korupsi yang terjadi secara terus menerus berhasil membentuk sebuah pembenaran bahwa perbuatan yang dilakukan bukanlah korupsi. Contoh sederhana adalah ketika mengurus KTP, SIM atau surat-surat  penting lainnya, maka masyarakat cenderung memberikan uang pelicin. Alasannya cukup klasik, yakni karena pasrah dengan keadaan setelah menghadapi kenyataan dokumen-dokumen tersebut tidak keluar padahal sudah mengikuti seluruh prosedur. Hal ini dapat terjadi karena pameo yang cukup populer di kalangan birokrat adalah  “kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah?” Sehingga mau/tidak mau, suka/tidak suka, masyarakat harus mengikuti prosedur tambahan. Jika tidak ingin terjebak dalam proses birokrasi yang berbelit-belit, masyarakat sudah paham bagaimana cara mengatasinya.
a.       Sebab-Sebab Korupsi Birokrasi
Menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dipahami bahwa yang namanya sebuah kejahatan tidak akan pernah berakhir dimuka bumi. Yang pasti, angka-angka kejahatan hanya dapat diminimalisir. Sebagaimana hasil penelitian Thomas Moore, selama 25 tahun ada 72.000 pencuri yang digantung di daerah dengan jumlah penduduk tiga sampai empat juta orang saja, tetapi kejahatan terus saja merajalela. Menurut moore, dengan kekerasan saja tidak akan membendung kejahatan. Untuk memberantas kejahatan, harus dicari sebabnya dan menghapuskannya. Sama halnya dengan korupsi, untuk dapat mengurangi angkanya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang menjadi penyebab. Adapun penyebab-penyebab korupsi diantaranya:
1.         Kebudayaan atau Kultur.
Perilaku para birokrat kita adalah bagaimana cara untuk mempersulit proses birokrasi. Karena tidak ingin dipersulit maka masyarakat memilih untuk memberi uang pelicin, itu baru dikalangan birokrat rendahan. Bagaimana dengan kalangan birokrat tinggi? Sama saja, sebagai bukti adalah bagaimana para birokrat tinggi menjadikan program-program pembangunan sebagai  lahan korupsi. Yang dijadikan sebagai sapi perahan tentu saja para pengusaha-pengusaha. Di daerah pengusaha dijadikan objek pemerasan, dan didepan hukum para pengusaha sering dipersalahkan dan dituduh menyuap.
Soedarso di dalam bukunya menyebut dalam hubungan meluasnya korupsi di Indonesia, apabila milieu itu ditinjau lebih lanjut, yang perlu diselidiki tentunya bukan milieu orang satu persatu, melainkan yang secara umum meliputi, dirasakan dan memengaruhi kita semua orang Indonesia. Dengan demikian, mungkin kita bisa menemukan sebab-sebab masyarakat kita dapat menelurkan korupsi sebagai way of life dari banyak orang, mengapa korupsi itu secara diam-diam di-tolereer, bukan oleh penguasa, tetapi oleh masyarakat sendiri. Kalau masyarakat umum mempunyai semangat anti korupsi seperti mahasiswa pada waktu melakukan demonstarasi anti korupsi, maka korupsi sungguh-sungguh tidak dikenal.
Menjadi sebuah catatan dari pendapat Soedarso di atas adalah “seperti mahasiswa pada melakukan demonstrasi anti korupsi”.  Dapat ditarik sebuah hipotesis, bahwa diluar demonstrasi mahasiswa juga sebenarnya melakukan korupsi. Argumen ini di dasari atas pengertian  korupsi itu sendiri. Korupsi berasal dari kata berbahasa latin, yakni corruptio atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere. Kemudian turun ke bahasa-bahasa Eropa, seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; dan Belanda yakni corruptie. Secara harfiah, kata korupsi memiliki arti kebusukan, keburukan, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Jadi, korupsi sebenarnya tidak hanya menyangkut persoalan keuangan  negara atau perekonomian negara, namun sangat luas. Perbuatan-perbuatan seperti membayar orang lain untuk mengerjakan tugas, membayar petugas adminstrasi, atau bahkan yang lebih parah lagi adalah membayar sang dosen untuk mendapatkan nilai yang bagus. Cerita mengenai penempaan tugas akhir atau skripsi merupakan kisah yang tidak akan pernah berakhir. Keseluruhan perbuatan tersebut termasuk ke dalam perbuatan korupsi.
Sebuah realita bagaimana korupsi sudah dilegalkan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Bahkan legalisasi korupsi itu sendiri dilakukan oleh agent of social change, agent of social control (mahasiswa).

2.         Manajemen yang kurang Efektif dan Efisien.
Salah satu yang menjadi penyebab korupsi ialah, lemahnya sistem manajemen yang kurang efektif dan efesien, sehingga kontrol terhadap birokrasi menjadi lemah. Hal inilah yang menyebabkan para birokrat dapat bertindak sesuai kehendak masing-masing. Tidak jarang, para birokrat melangggar aturan karena sistem manajemen tidak berjalan sebagaimana mestinya.

3.         Rendahnya Gaji.
Rendahnya gaji merupakan permasalahan klasik penyebab terjadinya korupsi. Wertheim mengemukakan, kurangnya gaji dan pemotongan gaji yang banyak merupakan penyebab korupsi pada pegawai VOC dahulu kala.
Penyakit korupsi inilah yang mengakibatkan usaha dagang Hindia Belanda tersebut harus gulung tikar. Kebutuhan yang terus meningkat serta tidak selarasnya dengan kenaikan gaji mengakibatkan seorang birokrat untuk melakukan perbuatan korupsi.
Tetapi rendahnya gaji tidak melulu menjadi jaminan seseorang menjadi pelaku korupsi. Dari sekian banyak pelaku korupsi saat ini, tidak sedikit yang memiliki gaji yang lumayan besar serta duduk di jabatan strategis. Tak pelak hal ini menimbulkan asumsi bahwa permasalahan gaji yang rendah  bukan lagi menjadi faktor utama seseorang untuk melakukan perbuatan korupsi.

4.         Rendahnya Moral.
Dapatlah dikatakan bahwa para pelaku korupsi memiliki moral yang rendah. Mereka menggadaikan idealisme serta melanggar nilai-nilai yang terkandung dalam agama, budaya, serta nilai yang ada di dalam masyarakat. Yang menjadi prioritas adalah bagaimana dapat menjadikan diri sebagai orang yang terhormat, memiliki jaringan yang luas, serta harta yang berlimpah dengan jalan korupsi. Tidak ada lagi bedanya, dimana pendapatan halal dan haram. Semua telah dicampur adukkan dalam satu, mungkin saja ini bertujuan untuk “mengelabui” Tuhan dan masyarakat bahwa uang yang didapat adalah uang murni hasil keringat sendiri. Memang benar uang yang dicari dengan keringat sendiri, tapi dengan cara korupsi.

b.      Dampak Korupsi
Begitu banyak dan luas dampak  yang disebabkan oleh perbuatan korupsi. Diantaranya adalah daya saing Indonesia tahun ini merosot akibat beberapa masalah mendasar, seperti kasus korupsi dan penyuapan. Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) soal daya saing global tahun 2012-2013 mengungkapkan posisi Indonesia yang turun empat peringkat menjadi ke-50 dibanding tahun lalu. WEF juga menggarisbawahi masalah perilaku tidak etis sektor swasta, hambatan birokrasi, minimnya belanja pemerintah, serta infrastruktur yang belum berkembang.
Dampak lain korupsi ialah, kehancuran birokrasi itu sendiri. Birokrasi merupakan garda terdepan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.
Dalam melaksanakan tugasnya seringkali birokrasi sebagai pemegang kekuasaan berpotensi untuk menyalahgunakan kewenangannya untuk melayani kepentingan diri sendiri. Birokrasi semacam itu boleh jadi memang melayani masyarakat, namun ia juga dapat menggunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan bagi para pengelolanya. Setelah birokrasi hancur maka rentetan dampak korupsi lainnya adalah meningkatnya angka kriminalitas serta pengangguran. Mengutip Sun Yan Set yang menyatakan bahwa dampak korupsi ialah menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik. Dapatlah juga dikatakan bahwa perbuatan korupsi merupakan bentuk penistaan terhadap tujuan negara.


2.      Efisiensi
Syarat untuk bisa menjaga belanja pegawai tidak menjadi beban belanja negara adalah dengan melakukan efisiensi birokrasi. Penanganan pensiun, menjadi salah satu pekerjaan yang dibutuhkan. Namun beban pensiun pegawai negeri sipil akan semakin membengkak, bila pemerintah tidak merampingkan organisasi birokrasi.
Saat ini, jumlah pegawai dan kenaikan gaji tidak sebanding dengan produktivitas mereka. Semestinya, pemerintah bisa lebih selektif dalam merekrut pegawai yang harus disesuaikan dengan kebutuhan. Dengan jumlah pegawai yang sedikit, yang akan diuntungkan bukan hanya anggaran, tapi pelayanan publik yang lebih bagus. Korupsi juga akan lebih tertangani.
Di era reformasi birokrasi, diharapkan birokrasi semakin efisien dari sisi struktur maupun biaya. Namun faktanya, belanja pegawai terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati oleh alokasi pegawai. Di 302 daerah, belanja pegawai menghabiskan lebih dari 50 persen anggaran. Bahkan di 11 daerah di antaranya belanja pegawai mencapai 70 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Berikut 11 kabupaten/kota yang 70% lebih APBD-nya habis untuk gaji PNS:
1.      Kota Langsa, NAD, 77 persen APBD
2.      Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, 74 persen APBD
3.       Kota Ambon, Maluku, 73 persen APBD
4.      Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, 73 persen APBD
5.      Kabupaten Bantul, DIY, 72 persen APBD
6.      Kabupaten Bireun, NAD, 72 persen APB
7.      Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, 72 persen APBD
8.      Kabupaten Aceh Barat, NAD, 71 persen APBD
9.      Kota Gorontalo, Gorontalo, 70,3 persen APBD
10.  Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, 70,1 persen APBD
11.  Kota Padangsidempuan, Sumatera Utara, 70,003 persen APBD

3.      Efektivitas
Terakhir, adalah masalah efektifitas yang menyangkut manfaat dari pekerja pemerintah tersebut bagi masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan birokrasi di Indonesia sangat lambat dan berbelit. Begitu pula masalah proyek-proyek pemerintah yang tidak tepat sasaran, sehingga tidak dirasakan manfaatnya.

2.4  Cara mengatasi Permasalahan Birokrasi
Beberapa langkah yang harus diambil oleh pihak pemerintah adalah mengambil langkah strategis untuk dapat mengefektifkan kembali pelayanan yang ideal dengan mengambil langkah:
1.      Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat dan tidak berbelit-belit.
2.      Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari visi-misi kepala daerah.
3.      Kejelasan dan kepastian, mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayaran serta jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut.
4.      Keterbukaan, masyarakat bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian dan lain-lain.
5.      Efisien, persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan produk pelayanan.
6.      Pelatihan secara khusus kepada birokrat yang menjalankan tugasnya sebagai publik service.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Birokrasi adalah suatu tata hubungan antara jabatan-jabatan, pejabat-pejabat, unit instansi dan departemen pemerintahan. Dalam tata hubungan ini, bagaimana suatu penyampaian gagasan, rencana, perintah, nilai-nilai, perasaan dan tujuan dapat diterima dengan baik oleh pihak lain sebagai penerima dengan cara penyampaiannya harus mudah dan tepat serta berdasarkan hukum. Dari sekian banyak program yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terdapat dalam Visi-Misinya, pastilah terdapat kendala-kendala dalam mencapai tujuan itu. Terutama dari segi, permasalahan korupsi, efisien dan efektivitas dalam birokrasi pemerintahan saat ini. Untuk itu, alangkah baiknya kita bisa mengambil pembelajaran untuk masa depan yang lebih baik.

3.2 Saran
Melihat penerapan birokrasi di Indonesia saat ini, hendaknya ada perbaikan terhadap implementasi birokrasi. Baik itu dari segi sistemnya, maupun subyek (lembaga) yang bersangutan dengan cara-cara atau langkah-langkah seperti, kesederhanaan dalam pelayanan yang dalam hal ini adalah tidak berbelit-belit dalam pelayanan kemasyarakatan, efektif dalam mencapai tujuan, adanya kejelasan dan kepastian mengenai segala sesuatu yang berhubungan pada pelayanan publik, transparansi, efisien dalam penempatan birokrat dan pentingnya pelatihan khusus terhadap birokrat agar terciptanya pelayan masyarakat yang handal.

DAFTAR PUSTAKA
Thoha, Miftah. Prof. Dr. MPA. 2011. Birokrasi & Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Yosa, 2010. Birokrasi. http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Basri, Seta., 2009. Pengertian Birokrasi dan Jenis-jenis birokrasi Negara. http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/birokrasi.html. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Alkaf, Yasir., 2009. Visi, Misi dan Program Kerja Pasangan SBY-Boediono 2009-2014. http://yasiralkaf.wordpress.com/2009/06/26/visi-misi-dan-program-kerja-pasangan-sby-boediono-2009-2014/. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Holis, Mifta., 2012. Legalisasi Korupsi Birokrasi. http://miftaholis.blogspot.com/2012/12/legalisasi-korupsi-birokrasi_24.html. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Anonim., 2012. Efisiensi Birokrasi Solusi Kurangi Beban Negara. http://fokusriau.com/berita-861-efisiensi-birokrasi-solusi-kurangi-beban-negara.html. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Khafifah, Nur., 2012. Ya Ampun! 70% Lebih APBD di 11 Kabupaten/Kota Ini Habis untuk Gaji PNS. http://news.detik.com/read/2012/12/16/161232/2119849/10/ya-ampun-70-lebih-apbd-di-11-kabupaten-kota-ini-habis-untuk-gaji-pns. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Zaldi., 2011. Reformasi Birokrasi adalah Masalah Utama Indonesia. http://birokrasi.kompasiana.com/2011/12/02/reformasi-birokrasi-adalah-masalah-utama-indonesia-416549.html. Diakses tanggal 29 maret 2013.
Febriyandi., 2011. Mewujudkan Proses Birokrasi yang Efektif dan Efisien dalam Pelayanan Publik Terhadap Masyarakat. http://birokrasi.kompasiana.com/2011/07/25/mewujudkan-proses-birokrasi-yang-efektif-dann-efisien-dalam-pelayanan-publik-terhadap-masyarakat-381253.html. Diakses tanggal 29 maret 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang perlu dikomentari, komentarin aja. :)