Minggu, 09 November 2014

Saya Juga Salah

Tentu, kita sepakat dengan kalimat yang mengatakan bahwa, sesekali kita harus meluangkan waktu untuk refreshing baik buat jasmani maupun rohani. Yang tidak sepakat, berarti Anda tidak mempunyai jasmani mapun rohani. Sepakat?

6 november, teman saya menulis status di aplikasi BBM dia, yang intinya tentang ajakan nge-trip bareng ke Bukit Batas. Gayung bersambut. Saya yang belum pernah ke sana, membaca status BBM yang seperti itu, langsung saja saya respon. Singkatnya, saya ikut. Karena teman saya juga ada yang kepengen ikut juga, jadi saya membawa teman juga. Total ada 15 orang. Jumlah yang menurut saya, tidak terlalu banyak, tapi juga tidak terbilang sedikit.

Buat yang belum tahu "Bukit Batas", silakan googling. Karena postingan ini tidak akan ada info tentang tempat itu.

Sabtu, yaitu kemarin, adalah hari kami ke sana. Saya pribadi, berharap bisa melihat sunset di atas bukit itu. Tapi apalah daya. Sebelum berangkat menuju tempat itu saja sudah diberikan sinyal-sinyal oleh Yang Maha Kuasa, kalau kami dan juga semua orang yang harapannya sama dengan saya, harus bersabar karena tidak sesuai dengan kenyataannya. Sinyal yang nyata terlihat adalah, cuaca yang mendung sejak siang hingga sore. Terlebih lagi, siang di hari itu terjadi hujan yang cukup lebat di daerah Banjarbaru. Dan terlebih lagi, kami baru mendaki ke bukitnya, jam 7 malam. Ya iyalah, ga bakalan dapat sunset. Gapapa.

Seru. Menantang. Malam-malam mendaki sesuatu yang tidak tahu kondisi jalur pendakiannya. Itu khusus buat yang belum pernah ke sana sih. Termasuk saya. Mungkin, ini sesuai dengan kalimat awal di postingan ini. Ya, inilah waktunya untuk refreshing.

Perjuangan itu akhirnya berakhir setelah satu jam. Tas yang dipikul dari bawah menuju puncak bukit, berasa berat. Tapi, sesampainya puncak, rasa berat itu hilang. Kalau alasan logisnya, mungkin karena perjuangan saya selama pendakian yang besar, jadinya rasa beratnya bisa hilang. Maklum, bukan orang yang sudah ahli mendaki. Kalau alasan tidak logisnya, mungkin karena sesampainya di puncak, khayalan saya terhadap keadaan di puncak sebuah bukit tidak sesuai dengan kenyataannya. Khayalan saya, di puncak bukit, tidak banyak orangnya.

Setelah dipikir-pikir kembali, khayalan itu memang mustahil menjadi kenyataan. Dengan berbagai alasan. Satu yang paling menonjol menurut saya, karena tempat itu baru terkenal pada satu tahun ke belakang ini. Apalagi, dibantu oleh kecanggihan berkomunikasi di zaman sekarang. Informasi tentang tempat-tempat seperti Bukit Batas ini cepat tersebar. Bayangkan, jika setiap orang yang sudah pernah ke sana, mempunyai toolsnya untuk menyampaikan kesannya terhadap tempat itu. Seperti, punya akun media sosial. Dengan mudahnya menampilkan foto ataupun video mengenai kondisi di sana. Kemudian, teman dia bertanya-tanya tentang tempat itu, lalu teman dia ini menceritakannya ke temannya lagi. Begitu terus-menerus, hingga pada akhirnya informasi-informasi tentang tempat menghampiri saya. Selain karena akun-akun pribadi yang pamer sudah pernah ke sana, berita-berita dari media apapun, elektronik, cetak, online, hingga dari pihak pemerintahan yang dalam hal ini dinas prawisata di daerah setempat, gencar mempromosikan Bukit Batas.

Sampai di sini sebenarnya tidak apa-apa. Bahkan bagus. Tempat yang mungkin dulunya tidak dikira akan menjadi tempat wisata, kini sudah terkenal. Sedikit banyak, pasti berdampak ke masyarakatnya. Terutama di sektor perekonomian. Dari parkir kendaraan, sewa kelotok, izin pendakian hingga makanan dan minuman yang dijual oleh masyarakat sekitar. Perekonomian membaik, itu yang terlihat.

Tapi..

di sisi lain, karena informasi mengenai tempat tersebut mudah didapatkan, semua kalangan, berkeinginan pula untuk ke sana. Semua. Bahkan, yang hanya sekedar ingin pamer bahwa dia sudah ke sana, juga termasuk di dalamnya. Ini yang saya rasakan sekitar 19 jam saya di sana. Dari hanya sekedar kamera ponsel hingga kamera profesional. Semua ingin mengabadikan momen dia di sana. Sebenarnya, itu bukan sebuah masalah. Wajar. Saya juga. Yang menjadi masalah, ketika dia datang hanya untuk ingin pamer dan melalaikan hal-hal lainnya yang akan berdampak terhadap tempat tersebut.

Sederhana namun penting, sampah. Banyak sampah berserakan. Mereka sibuk mengabadikan momen mereka, tapi mengabaikan sampah mereka.

Ini sombong atau apa ya namanya, sampah saya, seperti plastik bungkus roti (karena saya hanya membawa beberapa roti dari rumah buat energi saya selama di sana), botol minuman dan bungkus permen, saya taruh ke dalam tas saya. Jika menemui tempat pembuangan sampah, baru saya keluarkan sampah-sampah itu.

Sebenarnya, permasalahan juga terjadi dengan saya. Saya yang terganggu dengan pemandangan sampah di sana, hanya sekedar melihat dan kemudian hanya sekedar nge-posting prihal ini. Saya juga salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang perlu dikomentari, komentarin aja. :)