486 tahun bukanlah waktu yang singkat. Sudah banyak perubahan yang
terjadi pada Kota Banjarmasin. Salah satunya adalah meningkatnya
pengendara bermotor di jalan raya. Hal itu tak bisa dipungkiri, sebab
pertumbuhan perekonomian masyarakat yang semakin membaik.
Jika
tak diatasi, mungkin saja Kota Banjarmasin seperti DKI Jakarta yang
setiap hari mengalami kemacetan. Makin banyak pengendara bermotor
semakin banyak pula polusi udara yang dihasilkan.
Untuk itu,
sudah saatnya Kota Banjarmasin menjalankan UU Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 25 ayat 1
yang berbunyi “setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib
dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa: g) fasilitas untuk sepeda,
pejalan kaki dan penyandang cacat”.
Lajur khusus pesepeda dan
trotoar yang layak bagi pejalan kaki dan penyandang cacat adalah salah
satu hak semua masyarakat. Namun hal ini belum terlaksana.
Semoga
momentum hari jadi Kota Banjarmasin ini membuat kita lebih menghargai
hak-hak pesepeda, pejalan kaki dan penyandang cacat.
Judul di atas mungkin bagi sebagian besar mahasiswa maupun
mahasiswi menganggap pertanyaan yang sederhana dan cenderung ke arah tidak
penting. Yap, pada zaman sekarang ini
siapa sih yang mau meninggalkan
kendaraan pribadi (motor ataupun mobil) dia untuk beralih mengendarai sepeda
untuk kesehariannya, terutama berangkat menuju kampus? Tidak banyak. Malah bisa
dikatakan sangat sedikit. Kita dapat lihat sendiri, seberapa banyak mahasiswa/i
yang gowes ke kampus. Jika
dibandingkan dengan pengendara motor dan mobil, yang bersepeda ke kampus dapat
dihitung dengan jari tangan. Lalu, mengapa bersepeda ke kampus penting untuk
dibahas?
Banyak alasan yang mendasari mengapa harus beralih dari alat
transportasi bermesin ke alat transportasi bertenaga pribadi. Pemanasan global,
persediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sering terjadi kelangkaan, kemacetan
di jalan raya dan kesehatan jasmani adalah jawaban umum dari pertanyaan tadi. Bersepeda
mungkin hal yang dianggap sederhana, namun mempunyai dampak yang baik bagi bumi
yang kita tempati ini, orang lain, hingga pesepeda itu sendiri. Akan tetapi,
sepertinya masih banyak yang belum (dan tidak mau) menyadari hal tersebut.
Sudah saatnya memang, untuk menggunakan alat transportasi
alternatif. Terutama di Banjarmasin. Tentu, kita sependapat jalan-jalan di
Banjarmasin semakin padat dengan motor dan mobil-mobil mewah. Tidak salah. Itu
adalah hak mereka. Tapi tidakkah kita juga harus memperhatikan hak-hak orang
lain?
Kemudahan untuk memiliki kendaraan pribadi adalah salah satu
penyebabnya. Setiap orang bebas memiliki berapapun jumlah kendaraan yang bisa
dia miliki. Hampir bisa dipastikan, setiap satu rumah mempunyai setidaknya satu
kendaraan bermotor.
Tingkat perekonimian yang kian membaik dan kebutuhan yang
terus meningkat, mendorong seseorang untuk membeli dan memiliki kendaraan
pribadi. Sebagai contoh adalah maraknya mobil-mobil yang dijadikan sebagai alat
latihan mengendarai bagi yang baru mau belajar mengendarai mobil. Logikanya,
orang-orang yang belajar tersebut pastinya akan menyemarakkan jalan-jalan di
Banjarmasin yang sekarang saja sudah sering terjadi kemacetan. Pasti kita tidak
mau melihat Banjarmasin menjadi Jakarta-nya di pulau Kalimantan. Kan?
Dari segi permasalahan kemacetan, Pemerintah Kota Banjarmasin
berencana akan membuatkan jalan layang di jalan A Yani km 3,5 untuk memecah
kemacetan yang sering terjadi di daerah tersebut. Namun di sisi lain, Pemko
tidak memperhatikan hak-hak pengguna jalan yang lain. Semisal, pejalan kaki dan
pesepeda. Terkesan, Pemko hanya “memanjakan” para penghasil pendapatan daerah
tersebut.
Padahal, jelas pada pasal 62 ayat (1) UU Republik Indonesia
Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, berbunyi
“Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda”. Di pasal
25 ayat (1) huruf (g) juga memberikan penjelaskan, bahwa setiap jalan yang
digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan
berupa fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki dan penyandang cacat. Nampaknya,
kedua pasal tadi belum dijalankan dan dilaksanakan di kota Banjarmasin. Sulitkah?
Jika dibandingkan dengan biaya
jalan layang yang menghabiskan ratusan milyar rupiah uang rakyat, memperbaiki
dan membangun trotoar yang layak untuk pejalan kaki dan memberikan lajur khusus
pesepeda, pastinya biayanya jauh lebih kecil.
Kemudian muncul kembali pertanyaan,
mengapa mahasiswa harus bersepeda ke kampus? Padahal kan mengendarai kendaraan bermotor tidak salah, tidak melanggar
peraturan? Jawabannya, sederhana saja, karena kita berstatus mahasiswa. Seorang
mahasiswa seharusnya mempunyai pemikiran ke depan. Mengendarai kendaraan
bermotor ke kampus memang tidak salah, namun jika Anda memiliki sepeda dan Anda
mampu mengayuh sepedamu, mengapa tidak digunakan saja? Bukankah percuma,
mempunyai sepeda (mahal) namun hanya digunakan pada saat night ride ataupun disaat car
free day. Benar kan?
“rumah saya jauh dari kampus, gimana dong?.” Niat. Ya, yang terpenting
adalah niat. Semua kegiatan itu pastinya berawal dari niat. Jika niat itu ada,
mau jarak rumah jauh, hujan, sesampainya di kampus berkeringat atau dikatain orang lain kalau bersepeda ke
kampus itu aneh dan memalukan, tidak menjadi sebuah masalah. Memang, sebuah
kegiatan itu pastinya mempunyai hambatan-hambatan. Dan jika mampu melawan zona
aman, maka hambatan tadi akan hilang.
Ada lagi, “saya anak kos.
Keuangannya terbatas. Lagipula, saya bukan orang Banjarmasin. Saya perantau.
Tidak punya sepeda. Lebih baik mengendarai motor, lebih cepat. Lebih baik
mengendarai mobil, tidak kepanasan dan kehujanan.” Mampu membeli motor, mampu membeli mobil, kok tidak mampu membeli sepeda? Murah,
hemat, menyehatkan dan menyenangkan itulah yang dirasakan jika kita bersepeda.
Selain itu, menuju sebuah tempat tidaklah harus cepat, yang terpenting selamat.
Dan jika mengendarai mobil, memang kita tidak kepanasan dan tidak kehujanan,
tetapi membuat jalan raya semakin padat dan kemacetan pun akan terus terjadi.
Mau seperti itu?
Mari berandai-andai, jika setengah
dari total jumlah mahasiswa/i dalam suatu kampus, mereka memilih bersepeda, indahnya
kampus tersebut. Polusi udara dan polusi suara berkurang. Mengurangi pemakaian
BBM dan kemungkinan BBM bersubsidi akan lebih tepat sasaran. Memang,
penyelewengan BBM bersubsidi itu akan terus ada. Akan tetapi, jika kita
bersepeda, kita tidak ikut-ikutan menyalahgunakan BBM bersubsidi. Selain itu,
membuat mahasiswa/i lebih rajin ke kampus dan tentunya membuat mereka lebih
sehat.
Setelah para mahasiswa bersepeda ke
kampus, seharusnya kampus mampu menyediakan kebutuhan para pegowes ini. Minimal, tempat parkir khusus sepeda. Memang, hal ini
juga harus didukung dari semua pihak. Sulit, tapi pasti bisa!
Pada akhirnya, perubahan besar itu
berawal dari hal yang kecil. Jadi, bersediakah Anda ikutserta dalam perubahan
besar dari kegiatan yang cukup sederhana, dengan cara bersepeda ke kampus?
Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,
termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian,
industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil
secara langsung maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan
barang yang bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam
industri itu disebut dengan perindustrian.
Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan
manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu
menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif
dan komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan
macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin
maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin
banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan
usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun
berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada
kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal atau
jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri
negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus
dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
Sedangkan
industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosialekonomi yang mengubah sistem
pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga
bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi
yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji dan
penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan
sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasiteknologi.
Oleh sebab itu maka
dalam makalah ini kami akan membahas
tentang bagaimana sejarah sektor industri di Indonesia,masalah keterbalakangan
industrialisasi di Indonesia,bagaimana kebijakan industrilisasi di
Indonesia,dan peranan sektor industri dalam pembangunan.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka dapat di rumuskan beberapa macam masalah antara lain
adalah sebagai berikut:
1.Bagaimana sejarah sektor industri di
Indonesia?
2.Apa yang menjadi masalah keterbelakangan
industrialisasi di Indonesia?
3.Bagaimana kebijakan industrialisasi?
4.Bagaimana sektor industri dalam
pembangunan?
5.Apa yang menjadi dampak
industrialisasi Indonesia?
1.3 Tujuan penulisan
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk
pemenuhan tugas sistem ekonomi Indonesia selain itu diharapkan setelah makalah
ini diselesaikan,kita dapat:
1.Mengetahui dan memahami bagaiamana
sejarah sektor industri di Indonesia.
2.Mengatahui dan memahami masalah
keterbelakangan industrialisasi di Indonesia.
3.Mengetahui dan memahami bagaiamana kebijkan industrialisasi.
4.Mengetahui dan memahami bagaimana sektor
industri dalam pembangunan.
5.Mengetahui dan memahami apa yang
menjadi dampak dari industrialisasi Indonesia.
1.4 Kajian Teori
Ada
beberapa teori tentang industri atau industrialisasi yang dikemukakan oleh para
ahli, Diantaranya adalah :
Menurut Boediono definisi
Industrialisasi adalah:
Proses percepatan
pertumbuhan produksi barang industri yang dilaksanakan didalam negri, yang
diimbangi dengan pertumbuhan yang serupa di bidang permintaannya (yang berasal
dari dalam negri sendiri maupun luar negri). Industrialisasi akan terhambat
apabila aspek produksinya atau aspek permintaanya atau keduannya terhambat
pertumbuhannya. (Ekonomi Internasional 1990).
Menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang industri adalah:
Kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunannya, termasuk kegiatan rancang bangun
dan perekayasaan industri. (Pasal 1 ayat 2).
Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa pengertian industrialisasi adalah suatu proses untuk
mengelolah bahan-bahan baku konsumsi dan barang-barang yang olah lebih lanjut
dengan memperhatikan aspek produksi dan aspek permintaan.
Menurut
klasifikasi Jean Fourastie,sebuah ekonomi terdiri dari 3 bagian.
Bagian pertama terdiri dari produksi komoditas (pertanian, peternakan, ekploitasi sumber daya mineral). Bagian
kedua proses produksi barang untuk dijual dan bagian ketiga sebagai industri
layanan. Proses Industrialisasi didasarkan pada perluasan bagian kedua yang
kegiatan ekonominya didominasi oleh kegiatan bagian pertama.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Sektor Industri Indonesia
Pada tahun 1920-an industri modern di
Indonesia semuanya dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit.
Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industri rumah tangga seperti
penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek,
kerajinan tekstil dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern pada saat hanya ada dua, yaitu
pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan
bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia
tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan
ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan
pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah
system dan pola kebijakan ekonomi dari sektor perkebunan ke sektor industri,
dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian
industri baru. Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industri yang ada
ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil
dan barang logam, semuanya milik asing.
Pada masa perang dunia II kondisi
industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya
terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang kapital
ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga investasi negara asing
nihil. Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sektor industri dan
menawarkan investasi walau dalam tahap percobaan. Tahun 1951, pemerintah
meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan
dan mendorong industri kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industri
besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina. Pada tahun 1957 sektor
industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh, pada tahun
1960-an sektor industri tidak berkembang. Akibat karena situasi polotik yang
bergejolak, juga disebabkan kurangnya modal dan tenaga ahli yang terampil.
Pemberlakuan dua undang-undang baru, PMA tahun 1967 dan
PMDN tahun 1968 ternyata mampu membangkitkan gairah sektor industri.
Perkembang sektor industri sejak orde baru,
atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat
mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ukuran
perbandingan seperti jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja
yang diserap, nilai keluaran (output) yang dihasilkan, sumbangan dalam
perolehan devisa, kontribusi dalam pembentukan pendapatan nasional, serta
tingkat pertumbuhannya.
2.2 Masalah keterbelakangan Industrialisasi
di Indonesia
Dari jumlah penduduk Indonesia termasuk
negara sedang berkembang terbesar k-3 setelah india dan cina. Namun diluar dari
segi industrialisasi, Indonesia dapat dikatakan baru mulai salah satu indikator
dari tingkat industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP (groos
domestic product). Dari ukuran ini
sektor industri di Indonesia sangat ketinggalan dibandingkan dari negara-negara
utama di asia. Dua ukuran lain adalah besar nya nilai tambah yang di hasilkan
sektor industri dan nilai tambah perkapita.
Dari segi ukuran mutlak sektor industri di
Indonesia masih sangat kecil, bahkan kalah dengan negara-negara kecil seperti Singapura,
Hongkong dan Taiwan. Secara perkapita nilai tambah sektor industri di Indonesia termasuk yang
paling rendah di asia. Indikator lain tingkat industrialisasi adalah produksi
listrik perkapita dan prosentasi produksi listrik yang digunakan oleh sektor
industri. Di Indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari
tingkat yang rendah ini hanya sebagian kecil yang di gunakan oleh konsumen
industri.
Keadaan sektor industri selama tahun
1950-an dan 1960-an pada umumnya tidak menggembirakan karena iklim politik pada
waktu yang tidak menentu. Kebijakan perindustrian selama awal tahun 1960-an
mencerminkan filsafat proteksionalisme dan eatisme yang ekstrim, dengan akibat
kemacetan produksi. Sehingga produksi sektor industri praktis tidak berkembang
(stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga kerja
ahli yang memadai.
Perkembangan sektor industri mengalami
kemajuan yang cukup mengesankan pada masa PJP I, hal ini dapat dilihat dari
jumlah usaha, tenaga kerja yang di serap, nilai keluaran yang dihasilkan,
sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta pertumbuhannya sampai
terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan
perindustrian adalah:
1.Keterbatasan
teknologi
Kurangnya perluasan
dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektivitas dan kemampuan
produksi.
2.Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga
profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan
mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
3.Keterbatasan dana
pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan
teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset
dan teknologi.
Industrialisai di Indonesia mengalami kemunduran mulai dari semenjak krisis
ekonomi terjadi di tahun
1998, hal ini terjadi karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan
tetapi kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi indonesia lebih
memfokuskan kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri.
Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk
bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk
luar.
2.3 Kebijakan Industrialisasi
Kebijakan adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini
dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta,
individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat
memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan
pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil
yang diinginkan.
Kebijakan atau
kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan
pentingnya organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti
prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya.
Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman ,
finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
Pemerintahan orde baru
melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada tiga
aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi
pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:
1.Dirombaknya sistem
devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih sederhana.
2.Dikuranginya
fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan
kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama
dengan sektor BUMN.
3.Diberlakukannya
undang-undang penanaman modal asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat
argumentasi basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :
a.Keunggulan
komperatif
Negara-negara yang menganut
basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage) akan mengembangkan
sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif
baginya.
b.Keterkaitan
industrial
Negara-negara yang bertolak
dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan
pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
c.Penciptaan
kesempatan kerja
Negara yang
industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment
creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang
paling banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada
industri-industri padat karya dan indsutri-industri kecil.
d.Loncatan
teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi
loncatan teknologi (teknologi jump) percaya bahwa industri-industri yang
menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan
bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.
2.4 Peranan Sektor Industri Indonesia
Sektor industri merupakan sektor utama
dalam perekonomian Indonesia setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai
penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai tahun 1999. Bahkan
sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan
mengalahkan sektor pertanian.
Di Indonesia industri dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri
rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang
terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah
berkembang pesat. Namun perindustrian yang telah maju tersebut tampaknya malah
menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang
berdiri di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan
pertanian produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas
pertanian yang unggul. Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya
pencemaran dari gas-gas beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik
tersebut dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak
bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia.
2.5 Dampak Industrialisasi Di Indonesia
Pengalaman beberapa negara berkembang
khususnya negara-negara yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang
ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya
seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat
teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara
pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena
tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi
dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara
berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan
pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk
dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang
agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di
negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan
pembangunan berikutnya.
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun
suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin
meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi
meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan
energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan
pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri,
terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses industri ini menghasilkan
produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah
limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah
investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses
sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara
pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan
tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak,
daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.
Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apapun sektor usaha yang
dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada
tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru
dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat
mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri
nasional. Dan aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian
dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu
bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia
kerjanya.
Kasus Indonesia Indonesia memang
negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik dan
dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih
terbelakang. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan
oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi
kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya
pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta,
bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya.
Berikut ada beberapa dampak positif dari pembangunan industri:
a.Menambah penghasilan penduduk.
b.Menghasilkan aneka barang.
c.Memperluas lapangan pekerjaan.
d.Mengurangi ketergantungan dengan negara lain.
e.Memperbesar kegunaan bahan mentah.
f.Bertambahnya devisa negara.
Dan di bawah ini beberapa dampak negatif dari pembangunan
industri:
a.Terjadinya arus urbanisasi.
b.Terjadinya pencemaran lingkungan.
c.Adanya sifat konsumerisme.
d.Lahan pertanian semakin kurang.
e.Cara hidup masyarakat berubah.
f.Limbah industri menyebabkan polusi tanah.
g.Terjadinya peralihan mata pencaharian.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Di
Indonesia industri masih sangat ketertinggalan dari negara-negara lainnya, bahkan
kalah dengan industri negara yang kecil, padahal d Indonesia potensi untuk di
adakannya perindustrian itu sangat bagus. Namun ada bebarapa faktor yang
mempengaruhinya seperti kurangnya SDM, kurangnya teknologi dan pendanaan dari
pemerintah. Pada saat sekarang ini, industri di Indonesia mengalami kemajuan
banyak industri-industri kecil yang muncul. Akan tetapi, hal ini kurang tepat, karena
menimbulkan beberapa dampak yang tidak baik, karena industri-industri di
Indonesia tidak memperhatikam permasalah lingkungan terutama permasalahan limbah
yang tidak terorganisir secara baik. Meskipun dalam upaya yang dilakukan oleh bangsa ini, supaya perindustrian di
Indonesia tidak tertinggal telah dibuat kebijakan tentang perindustrian namun
pada kenyataannya kebijakan itu belum sepenuhnya efektif.
3.2Saran
Saran yang dapat kami berikan adalah supaya
pemerintah lebih memperhatikan permasalahan dalam perindustrian ini baik dalam
segi modal ataupun memikirkan bagaimana cara supaya limbah perindustrian tidak
mencemari lingkungan. Dan industri yang ada dapat dikelola sesuai dengan
kebijakan yang dilaksanakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan (diakses tanggal 23 november 2012).
Arianto,
Eko, 2009. Dampak Indusrialisasi di
Indonesia. http://ekoarianto.students.uii.ac.id/2009/03/25/dampak-industrialisasi-di-indonesia (diakses tanggal 23 november 2012).
Himpunan
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP Unsyiah, 2012. Industrialisasi di Indonesia.http://himadikon-fkip.blogspot.com/2012/01/industrialisasi-diindonesia.html (diakses tanggal 23 november 2012).
Primadita,
Cynthia, 2011. Makalah Industrialisasi di
Indonesia.http://cynthiaprimadita.blogspot.com/2011/03/makalah-industrialisasi-di-indonesia.html (diakses tanggal 23 november 2012).
Ridwan, Ita R., Dampak Industri Terhadap Lingkungan dan
Sosial,http://jurnalgea.com/index.php/jurnal/file/25-dampak-industri-terhadap-lingkungan-dan-sosial (diakses tanggal 30 november 2012).
Subandi, 2005, Sistem Ekonomi
Indonesia, Bandung: Alfabeta.